Mampus dimakan BeTe.
Sekedar sibukkan diri, kuambil biola..lalu ciptakan sebuah nada. Apalagi yang dilakukan. Ini masih jam Dua. Gesek dawai biola, aku rasa itu hal yang luar biasa. Pikir punya pikir..mainkan blues sepertinya ide yang gila. Ambil posisi, siap melaju dalam irama.
“Trrtt..” getar Handphone pertanda ada telphon.
“Yup..kenapa, Bro?” tanyaku pada dia yang ada disana.
“Icha ngajakin nonton, Di. Tiketnya udah dibeli ma dia. Gimana?”
“Mm..film apa tuh?”
“Hantu-hantu gitu dech. Lo mau nya dijemput jam berapa ma Icha?”
“Okeh. Bilang ma Icha, jemput gw jam Tiga.”
Nada yang tertunda, kulanjutkan kembali hingga tiba pada jam Tiga. Seperti biasa. Tak perlu banyak
“Let’s go..binggo bingo ready to go.” Teriakku sambil meludah.
Di dalam mobil musik hip hop kini berjaya.
“Woi..kecilin musiknya donk!’
“Cha..itu tiket yang jam berapa?” Tanya batak yang berambut botak.
“Jam setengah Lima, Tak. Emangnya kenapa?”
“Perut gw laper berat nih. Gimana kalo kita makan dulu di Galeri?”
“Ga bisa ditahan lagi, Tak?”
“Yang boneng aja..lo mau gw mati pingsan di bioskop? Ga keren donk..”
Parkiran yang penuh sesak, menandakan sore ini penonton tengah membeludak. Untungnya..nih bioskop ga sampai meledak. Sambil geleng-geleng kepala, kumenatap penjualan tiket yang luar biasa membengkak. Antrian panjang penonton tak ubahnya prajurit yang mau masuk barak. Sikut kiri sodok kanan gedubrak gedubrak. Untungnya..kita tak perlu merangkak demi tiket
“Fiuuh..”
Dengan santai kita melangkah menuju Resto dekat-dekat situ. Sekitar Lima meter dari Twenty one tempat kita bakalan nonton film hantu. Beberapa mata terlihat heran, sebab musabab kita tak masuk dalam antrian yang bikin badan bau. Rupaya mereka belum tau. Ini gang punya nama tersohor disegala penjuru. Cukup anak gaul saja yang tau. Kamu-kamu orang harap ngantri saja dengan lugu. Pandangan focus kedepan dengan mata yang terpaku. Hati-hati dengan barang bawaanmu. Dompet disaku..jangan sampai kena sapu. Dan ingat…tangan jangan meraba pura-pura tak tau. Bila ketahuan..bisa mampus digetok pake kayu ama satpam punya badan penuh bulu. Cukup sekian himbauan dari Didi whit the gang…pikirku dalam hati sambil berlalu.
Ruangan nyaman dan pelayanan yang sopan, cukup sebagai pertanda ini tempat punya harga yang lumayan. Bagi kamu-kamu orang kebanyakan..yang punya isi dompet pas-pas an, jangan harap bisa makan dengan nyaman. Bisa-bisa makan tanpa minum, pulang tanpa pakaian.
“Ga makan, Di?”
“Lagi males makan nih, Cha. Lagian perut gw ga sanggup makan nasi goreng seharga 35 Ribu.
“Haha..ada-ada aja lo,Di. Makan aja lah..gw yang bayarin.”
“Thankyu Cha..”
“Di, ada Syanti tuh.”
“Mana, Tak?”
“Tepat pada posis arah jam Tiga.”
Ternyata benar. Si Syanti, gadis binal paling nakal..tengah asik menyedot jus semangkanya dengan penuh pengahayatan. Cerita punya cerita..nih cewek pernah jadi piala bergilir antar teman-teman. Dan sekitar sebulan yang lalu, Syanti mencoba menjerat diriku yang tampan. Namun sayang seribu sayang..aku tak suka cewek yang kegatelan
“Woi..udah jam setengah
“Hah!” expresi kaget bagai menang lotre.
Serentak ucapan tak percaya terucap bagai paduan suara. Asiknya ngegosip ternyata membuat kita lupa segalanya. Dengan sedikit rusuh, kita segera berlari mengejar film hantu yang segera bergentayangan di bioskop dua satu.
“Sory, Mbak. Udah ga bisa masuk.” Ucap penjaga tiket dengan belagu.
“Terus gimana Donk?” Tanya Icha pasang tampang lugu.
“Mbak terpaksa nunggu ampe jam 8:45.” Masih aja belagu.
“Gila! Sekarang masih jam Lima kurang Lima. Masa harus nunggu selama Tiga jam Empat Lima.” Teriakku lantang pecahkan karang.
“Terus gimana nih?” Icha bertanya pada rumput yang bergoyang.
Rasa kecewa yang dalam, membuat kita semua mendakam dalam kebisuan. Icha, sebagai ketua rombangan tim hura-hura, sungguh merasa terhina atas inseden barusan. Alhasil..Empat anak manusia terlihat membatu pada pojok luar bioskop. Lama dalam kegelapan tanpa solusi, ternyata memaksaku untuk segera unjuk gigi.
“Mm..gimana kalo kita liat-liat buku ke Gramed?”
“Akh..gila lo, Di. Gw suka pusing kalo liat banyak buku.” Ucap Mikha tanda protes.
“Okeh. Gramed batal. Kalo kita ngopi di Starbucks, gimana?”
“Gokil lo..gw dah pernah masuk Rumah sakit gara-gara kebanyakan ngopi. Lo mau bunuh gw, Di?” ternyata kali ini batak yang keberatan.
“Hmm..terus, lo semua mau nya kemana?”
Ucapanku yang bermuatan kekesalan, sedikitpun tak ada yang menghiraukan. Lalu aku teridam..biarkan waktu berjalan dalam kesunyian yang membosankan. Akhirnya kita memutuskan, habiskan waktu nongkrong di taman. Sesampainya disana..ternyata semua bangku taman telah dipenuhi Abg Abg tolol yang lagi asik pacaran. Karna enggan melihat adegan mesum tak bermutu..akhirnya kita melaju menuju taman depan.
“Shit..kaki gw hamper mati keram nih. Istirahat bentar yuk.” Pinta Batak memelas.
“Payah lo, Tak. Tinggal dikit ini juga.” Protes icha membalas.
Dengan penuh perjuangan akhirnya kita sampai pada tempat yang dimaksud. Pada taman depan, terlihat ada dua bangku taman yang kosong. Dengan segera bangku itu kita bantai dengan serangan tubuh-tubuh yang lelah.
“Jam berapa, Tak?”
“Enam lewat
“Huh..bosan juga nih, duduk bengong kayak orang bego gini. Mm..photo-photo yuk?
“Mang lo bawa kamera, Cha?” Tanya Mikha sedikit bergairah.
“Iya. Udah buruan atur pose biar gw jepret.”
Photo season pun berlangsung. Tak peduli dengan orang-orang. Cuek abis, yang penting girang. Banyak
“Ini harganya ga bisa kurang Mbak?”
“Ga bisa.
“Akh..pelit bangat seh Mbak. Cukup tau aja nih. Kapok gw belanja disini. Yok cabut yuuk.”
“Idih..sadis..” ucap mbak-mbaknya sambil meringis.
Ternyata di dalam toko sepatu hanya bisa bertahan
”Cha..coba liat jam di Hp lo.”
“Huh..masih jam Tujuh, Di.”
“Balik yuk..BeTe abis nih. Nontonnya kapan-kapan aja dech.”
“Yok..yok..yok.”
Kali ini, sepertinya semua setuju dengan usulanku. Yah, mau gimana lagi. Aku rasa ini jalan yang terbaik tuk lari dari kebosanan yang hamper bikin sakit jiwa. Cepatnya langkah yang dikayuh, membuat parkiran serasa tak jauh. Semua wajah terlihat gembira, saat menatap parkiran tinggal selangkah.
“Gila..gimana cara keluarnya nih.” Ucap Icha dengan moncong yang mencorong.
“Ini mobil siapa seh..bego bangat parker sembarangan.”
“Gimana nih?” Tanya Icha penuh pasrah.
“Kita lapor ke informasi aja. Biar diteriakin tuh si pengemudi tolol yang parker seeank jidat.”
Atas usulan Batak, dengan dada penuh kesal..akhirnya kita berangkat menuju pusat informasi. Bicara dengan nafas lelah, kita langsung pada pokok masalah. Sang petugas informasi pun segera meneriakkan plat mobil yang tengah parkir sembarangan agar segera memindahkan mobilnya. Dengan tenang kita menunggu. Menit terlewati..jam pun terlalui. Namun..si pemilik mobil sepertinya tengah mati suri. Kita tetap bertahan, menunggu sesuatu yang tak pasti. Tak peduli..walau hujan dan badai tengah menakut-nakuti.
“Anjrit..BeTe juga nih nungguin si goblok.”
“Iya nih. Dah jam brapa seh?”
“Jam 8:40.”
“Gimana kalo kita nonton aja?” usul Batak tawarkan solusi.
“Gimana seh lo. Hidup lo penuh kemunafikan. Benar-benar menyedihkan.” Mikha mulai mengeluarkan pantun barunya.
“Shut up! U know what!? gw dah ga mood buat nonton.”
“Iya, Di. Gw juga. Baiknya kita tunggu aja tuh si pengemudi goblok mindahin mobilnya. Terus habis itu kita langsung balik aja. Gw dah mau pingsan nih.” Celoteh Icha
Panjang waktu berselang, yang ditunggu tak jua kunjung datang. Jam dinding yang terpasang pada tembok ruangan, kini telah menunjukkan pukul 10 malam. Terhitung dari jam Lima kurang sembilan..hampir lima jam sudah otakku dipenuhi kebosanan. Bagai bom waktu..amarahku kini siap meledak. Pada siapa lagi, kalo bukan pada si pengemudi goblok. Tunggu saja tanggal mainnya. Semprotan makian..akan kuludahi di wajahnya. Yah..anggap saja ember pelampiasan.
“Mbak..mobilnya belum dipindahin juga yah, ma orangnya?”
“Belum dek. “
“Kita tungguin di parkiran aja yuk.” Ajak Icha.
“Gila lo, garing bangat.”
“Huh..”
Aku mimpi apa semalam. Ini hari sungguh melelahkan. Adakah salah yang kuperbuat..hingga karma begitu bertuah. Lalulantah sudah akal sehatku. Aku muak. Perutku mulai mual. Dan matapun terasa berkunang-kunang. Sepertinya, aku pengen muntah…wuuuuuuuek.
“Hah! Ngapain tuh Pak Kepala sekolah lari-lari kesini?” ucapku ketakutan.
“Jangan-jangan gara-gara lo bolos seminggu, Di?” sahut mikha.
“Lo seh, Di. Dah dibilangin juga..masih aja bandel.”
“Dia nyari lo kali, Tak. Lo
“lo nakut-nakutin gw aja, Cha.”
Pak kepala sekolah dengan dandanan super mewah, dengan rantai blink blink diman-mana, terlihat kaget menyaksikan kita-kita. Lain hal nya dengan kita..sungguh khawatir atas kedatangannya. Geli-geli basah..alias gelisah.
“Loh..kalian-kalian pada ngapain disini?”
“Ga Pak. Lagi nongkrong aja.”
“Mm..Mbak..” ucap Pak Kepsek pada petugas informasi.
“Itu mobil saya ga bisa keluar. Mobil yang parkir disampingnya terlalu mepet. Tolong donk diumumin biar yang punya mobil segera mindahin. Takut lecet juga. Hehe..maklum, Mbak. Mobil baru.”
Semua mendadak kaget. Petugas informasi terlihat shock berat..dan kita hampir mati terkena serangan jantung. Amarahku yang membara, kini padam mendadak bubar. Nyali tiba-tiba menciut setelah tau kalau yang punya mobil ternyata Pak Kepsek yang punya kumis paling sadis. Ampun seribu ampun, bila harus ribut dengan si kumis. Daripada di sekolah dibantai abis..mendingan aku diam sambil duduk manis.
“OH..itu mobil Bapak?” ucap Icha.
“Iya. Hmm..jangan-jangan mobil yang parkir disamping mobil bapak, mobil kamu Cha?”
“Itu emang mobil saya Pak. Kita udah nunggu
“Hehehe..Bapak tadi lagi nonton di bioskop. Beli yang satu karcis dua film.”
“Hmm..benar-benar mampus dimakan BeTe nih.”
Ucapku..sambil pergi diam-diam..tinggalkan malam yang kelam..menuju tidur nyenyakku yang dalam.
By: Didi Roten.
Thursday, April 24, 2008
Komentar
Posting Komentar