Senja Angin Mamiri
Senja
Angin Mamiri
Menjelang senja kami datang
menjengukmu yang jauh di pengasingan
sudah lama kau terbaring, terasing sepi di negeri
daeng
Aku tau tuan menunggu, lama menunggu
menghadap laut bersila di serambi menanti angin
mamiri bertiup dari losari
Menjelang senja yang hampir padam, tuan
dengan becak langkah terkayuh menuju tumpahan
duka dan pilu masa lalu
tempat kau bertempur, mengerang, dan mengubur
kekalahanmu
Aku datang tuan,
dalam bendungan kerinduan, menyelipkan senyum
kemenangan,
menutup luka pengkhianatan.. paling tidak
demikian
Tuan, hampir dua ratus tahun belalu. Dan senja
itu masih terasa pilu
Magelang 1830, menjelang senja, sebelum maghrib
tiba di bukit Manoreh yang tua.
Menjelang senja tuan, kumengetuk dipintumu
haru jiwaku menatapmu yang terdiam membatu
sujudku hantarkan doa kedamaian, pada
tuanku
ah tuan, akhirnya aku bisa menjengukmu
lewat langkahku, bukan lewat buku
ini bukan nostalgia, memoria, atau terinspirasi
dari sebuah cerita
engkau yang dulu rela menderita dalam keterasingan,
patutlah kami memuja
patriotmu bagai cambuk, bagai pemicu, bagai
peluru, memaksaku untuk terus bergerak maju.
Tuan.. senja ini pernah ku impikan dimasa lalu
jauh sebelum aku sanggup mengarungi lautan biru
senja itu kini telah tiba, bersama angin mamiri melayarkanku
hingga ternate dan tidore
KRI Surabaya-591 tuan, yang membawaku kemari
KRI Surabaya-591 tuan, yang mengingtkanku kembali
pada tuan.. yang terdiam dipengasingan
buram terkubur zaman.. nyaris dilupakan.
Kini senja berhias jingga seperti sore dahulu
kala
pekatnya sama dikala tuan injakkan kaki di negeri
daeng
menjelang senja, di akhir tahun 1834 tuan tiba di
Port of Makassar
tetap tuan tak terkalahkan.
Dipenghujung langkahku di kota Daeng
Aku datang dengan sekantung bunga yang kubeli di
kampung melayu
seharga lima ribu
seharusnya kuhaturkan juga sekantung rindu dari
tanah kelahiranmu
Negeri Ngayogyakarto Hadinigrat itu
dan seharusnya tuan,
kutaburkan sekarung doa dari 6 juta rakyat
Indonesia diatas pusaramu
tapi tuan, kini senja menjelang,
enam juta rakyat indonesia mungkin tengah asik
nonton Tv sampai lupa diri.
Menjelang
senja aku datang
menjengukmu
dalam sepinya kesendirian
dalam
senja aku datang, tuan
membawa
derap langkah tak berjejak
berharap
mereka akan mengingat
menjengukmu
dilain waktu
sama
sepertiku
Untukmu
dipusaramu yang agung, Tuanku Pengeran Diponegoro.
Satu lagi dari hati,
Komentar
Posting Komentar