Lanun Pencuri Rembulan

Lanun Pencuri Rembulan
oleh: Asyhadi Batubara


Sejujur hujan yang mengisaratkan kedatangannya pada sekelabat mendung kelabu. Secepat hitam yang menggantikan awan biru menjadi gunung abu-abu. Dan lanun senja pun beranjak pulang. Bersiap mencuri rembulan.

“Aii! hendak kemana engkau Datuk Lanun? Angin Barat belum mulai bertiup. Nekara Bulan[1] juga belum memberi pertanda melaut. Kapal-kapal dagang pun masih berlabuh di Teluk Bayur, apa yang hendak dirampok Datuk? Merampok angin sepoi-sepoi? Haha” Sutan Hamid tertawa mengejak. Terlihat benar rasa keberatan Sutan Hamid melihat Datuk Lanun bergegas meninggalkan permainan dadu yang sedang seru-serunyaApalagi Sutan Hamid cukup banyak menderita kerugian dalam perjudian sore itu. Semakin geramlah Sutan Hamid pada Datuk Lanun, dan wajahnya pun merah padam pertanda emosi. Tapi Datuk Lanun seperti tiada peduli. Dengan perawakan tegapnyatanpa komentar Ia berlalu bagai kapilah kehabisan waktu.

“Sudahlah Sutan Hamid. Tak usah dihirau. Begitulah tabiatnya Datuk Lanun tuh. Berlalu bagai angin, menghilang bagai karang yang ditelan pasang. Aiii.. pasang saja taruhanmu Sutan Hamid! Siapa tau kesialanmu telah pergi bersama si Datuk Lanun. Ayo Sutan!” Seru penjudi lainnya yang sudah tak sabar ingin segera menebus kekalahan. Dadu pun mulai dimainkan sang bandar. Dengan liar tangannya memainkan anak dadu sehingga menimbulkan bunyi “gebrak gebrak” akibat benturan anak dadu yang berputar-putar dalam mangkok. Seolah-olah waktu berputar begitu lambat. Semua mata penuh cemas tanpa kedipan menatap anak dadu yang sebentar lagi akan dilemparkan sang bandar. “Hopp!”. Teriak sang bandar, sembari membuka wadah penutup dadu. Mangkok tembikar tanah liat coklat terang yang selalu memberi seberkas harapan bagi para penjudi.

“Alamak! Rupa-rupanya awak tengah kejatuhan durian runtuh! amboi amboi amang”. Teriak si Japagar dengan riang atas keberuntungannya. Tumpukan Ringgit yang berserakan diatas selembar kain lusih itu pun segera Ia raup dengan tangan kekarnya yang legam. Tangan yang sepanjang hidupnya dipergunakan untuk kerja-kerja kasar, dan bahakn untuk berbuat kejahatan. Perawakannya yang hitam kekar dan namanya yang asing, menandakan kalau Ia bukan keturunan Melayu, Minang, atau Bugis. Jelas “Japagar adalah nama yang biasa dipakai orang-orang dari wilayah pedalaman Sumatera bagian utara. Orang-orang pagan yang masih menyembah berhala dan suka memakan daging musuh-musuhnya. Rupa-rupanya, Japagar yang kali ini sedang riang gembira dan diselimuti keberuntungan ternyata dimasa silamnya penuh dengan nasib buruk dan malapetaka. Di waktu mudanya Ia telah membunuh seorang bangwasan Mandailing, lalu menjadi buronan kumpeni Belanda, hingga akhirnya Ia lari dan bersembunyi di kampung Muara Karam.

Muara karam’, begitulah namanya. Sebuah kampung pesisir dekat muara tempat tinggalnya para bandit, pembunuh, dan para lanun yang suka menjarah dan mengkaramkan kapal-kapal dagang VOC[2] dan IEC[3]. Keseharian mereka ada dilaut. Bukan mencari ikan, tapi bermain dengan senjata, mengumbar nyawa, menjarah kapal-kapal dagang Eropadan kemudian menenggelamkannya kedasar lautan. Bila angin muson Barat berganti dengan muson Timur, maka kapal-kapal dagang pun sepi berlayar melintasi selat Malaka, alhasil meraka menghabiskan waktu dengan berjudi dan minum-minum tuak. Tiada yang lain yang mereka lakukan, seakan-akan hidup hanya untuk merampok kapal, membunuh, dan karena itu lah mereka di juluki Lanun.

“Oi Japagar!” kata Sutan Hamid. “Jangan lupa, kau masih berhutang lima belas ringgit padaku”. Mendengar ucapan Sutan Hamid, wajah Japagar yang semula cerah berseri-seri sedikit meredup. Japagar mendesis kesal, lalu Ia merogoh kantung penuh Ringgitnya, “Tak usah risau Sutan Hamid, saya lunasi sekarang juga”. Ucap Japagar berlagak sombong.

Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan Japagar, si jago pisau lempar buronan kumpeni. Namun tidak dengan Sutan Hamid, si bangsawan tanah deli yang pembelot itu. Wajahnya menyiratkan keresahan. Bukan karena kekalahannya pada permainan dadu hari ini. Lebih dari itu. Rupanya-rupanya sikap mencurigakan Datuk Lanun lah yang menimbulkan kegelisahan pada Sutan Hamid. Kegelisahan yang berujung pada kecurigaan, “ada apa dengan sikap tidak biasa Datuk Lanun yang mencurigakan itu?”. Pikiran Sutan Hamid semakin dipenuhi kegelisihan yang berkabut kecurigaan.

                                                                            ********
Lalu lalang orang-orang berlarian pulang. Lalu lengang yang semula ramai pun menghilang. Lalu lalang orang-orang membawa obor menuju pulang. Bentang langit yang semula terang lalu kelam seperti menghilang. Hanya ada kunang-kunang yang riang dan jangkrik yang berbincang.

Langit pun telah hitam. Hanya ada bulan sabit yang menyipit sesipit mata gadis amoi yang banyak berkeliaran di kampung Muara yang kini telah ditelan malam. “Moi, amoii. Bawakan sepiring nasi kapau dan ayam panggang kecap!”. Daeng Malaka memerintahkan gadis bermata sipit pelayan warung Thek Sing milik Koh AhokMalam itu Daeng Malaka terlihat tidak tenang dalam duduknya. Tidak biasanya turunan bangsawan bugis yang terkenal disepanjang selat malaka itu menjadi cemas. Mustahil juga rasanya Ia tengah ketakutan soal urusan dengan musuh-musuhnya, Luka sabitan pedang diwajahnya menjadi bukti akan keberanaiannya. Konon kabarnya, Daeng Malaka lah satu-satunya saksi hidup sekaligus pelaku peristiwa pembantaian seluruh awak kapal Royal Pitsburg milik serikat dagang Inggris I.E.C di perairan selat Malaka setahun silam. Peristwa yang kemudian memperdalam kebencian Inggris dan Belanda kepada para lanun yang berkleiaran di sepanjang Selat Malaka.

“Moi, Apa engkau ada berita yang bisa membuatku senang, Moi? Ayo katakan, akan kuhadiahkan sesuatu yang menarik untukmu, Amoi”. Bujuk Daeng Malaka pada gadis bermata sipit yang tengah menghidangkan ayam panggang di mejanya“Aii tuan Daeng. Apa tuan sudah mendengar kabar pertukaran Bangka Hulu dengan Tumasik[4] tuan?” Ucap gadis amoi memancing rasa penasaran Daeng Malaka. “Hmmbagiamana pula itu beritanya, amoi?” Tanya sang Daeng bersemangat. “Inggris menukarkan Bangka Hulu miliknya dengan Tumasik kepunyaan kumpeni Belanda tuan. Kata orang-orang di pelabuhan, Datuk Rafles wakil Sultan Inggris, telah terpikat hatinya dengan Tumasik Tuan Daeng.” Jawab gadis amoi dengan wajah bersemangat karena teringat janji Daeng Malaka akan imblan atas berita menariknya. “Benar-benar gila!”. Wajah Daeng Malak terlihat semakin resah. “Apanya yang gila tuan Daeng?” Tanya si gadis amoi. “Sepertinya perkataan Datuk Lanun tempo hari ada benarnya. Tak salah lagi, Inggris dan Belanda hendak bersekongkol membasmi para lanun sampai akar-akarnya, dan strategi paling tepat adalah membasmi sarangnya, Tumasik!”. Tanpa memperdulikan gadis amoi yang masih bingung dengan perkataannya, seketika itu juga Daeng Malaka langsung melompat dari tempat duduknya dan menginggalkan hidangan yang masih mengepulkan asap beraroma nikmat. Selera makannya telah hilang, dan yang Ia inginkan saat ini hanyalah bertemu dengan Datuk Lanun, sang penjaga rahasia sistim navigasi dan cara berlayar para lanun, sang penjaga Nekara Bulan.

                                                                            ********
Laju-melaju perahu melaju. Dari lah Malaka hendak ke Bengka Hulu. Pacu-dipacu awak perahu. Menarik layar digulung satu. Tuan Tuan Menir bersiul riang. Jankar dilempar tenggelam hilang. Ini lah dendang bertalu gendang. Pelipur rindu dirantau orang..  
                                                                         Bersambung




[1] Nekara terbuat dari bahan perunggu, berbentuk menyerupai gendang yangd berfungsi sebagai alat upacara pemanggil hujan, penentu masa panen dan berlayar juga dalam beberapa jenisnya bermotif penunjuk arah mata angin. Kebudayaan nekara mulai berkembang pada masa perunggu sekitar 3000s/d 200 SM.
[2] Serikat dagang milik kerajaan Belanda.
[3] Serikat dagang milik kerajaan Inggris.

[4] Bangka Hulu adalah penyebutan lama dari Bengkulu, dan Temasek penyebutan lama dari Singapura yang berarti kota laut.

Komentar

  1. menarik sekali membaca tiap katanya pak. di tunggu tulisan-tulisanya.

    BalasHapus
  2. Great to see that someone still understand how to create an awesome blog.
    The blog is genuinely impressive in all aspects.
    Great, love this .
    mgmdomino

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer