Berpuasa Di Manila.



#Ketika dunia ada dalam dada.. Nafasmu akan menghembuskan semerbak aroma khatulistiwa. Detaknya serupa irama samudra antartika, menderu menggebu dalam biru. Ketika dunia ada di dalam dada.. Letupannya bak pesta kembang api ditaman Sorta Manila, berdentang menggelegar haru. Ketika kau tempatkan dunia di dalam dadamu.. Ia seperti Arsy yang melintasi bumi, hembusannya perlahan tenang sentuh padang ilalang yang bertiup menuju lembah Tursina. Dan Ketika dunia kau simpan di dalam dada. Ada gejolak yang marak kobarkan langkahmu serentak. Serentakkan jiwa..berderap dalam hati berkata.. "Maha suci engkau Tuhanku yang telah menciptakan langit dan seisi bumi".

Bercerita itu seperti melukis pemandangan masa lalu pada kanvas Hari ini..Turn by Memory. Dengan segenap rasa, suka cita memeras guratan-guratan silam demi menceritkan sesuatu yang ingin kusampaiakn padamu. Tentang bagiamana suatu hal yang terjadi di duniamu terjadi juga pada dunia mereka. Mungkin kau tak pernah bertanya bagaiamana mereka yang ada disana. Atau bagiamana suasana pagi di kota itu, atau mungkin bertanya seperti apa menu berbuka puasa mereka. Pemikiran yang unik memang, tapi menarik kawan. Sebab keingin tahuan adalah tanda suatu kemajuan..juga jadi racun yang mematikan. Rasa penasaranmu akan menjadi obor yang menyuluh jalanmu dalam gelap yang panjang. Semakin kau melihat terang semakin kau penasaran pada apa yang tersimpan dibalik gelap yang tersisisa. Apakah jurang atau kah lorong bercabang, Tapi mungkin juga di ujung sana ada tempat yang indah serupa serpihan sorga.
"Allohuakbar, kau ciptakan segalanya dengan begitu sempurna"

Disini aku sedikit bercerita pada kisahku disuatu ketika. Dikala aku berada pada sebuah dunia bernama Philipina. Bagaimana dan kenapa aku sampai disana adalah bagian dari ceritaku lainnya. Sebuah kisah yang kelak kan kuceritkan bila kita punya waktu senggang dikala temaram sinar purnama. Kujanjikan itu akan jadi sebuah cerita yg menarik tuk mengintip purnama bercengkrama dengan kejora. Lebih nikmatnya lagi bila ditambah dengan suguhan secangkir teh hijau yang pernah kubawa dari negeri sakura. ahh..pasti luar biasa. bila kita sedikit lelah dalam suara..biarkan hening yang berkuasa, bebaskan ia bernyayi dalam irama angin memetik dawai malam beriring nyayian kumbang Setaman. jangan khawatir..waktu kita masih lah panjang, sepanjang rembulan dalam penantian.

Ceritaku bermula pada suatu malam di Manila. sedikit berbeda dengan malam-malam yang biasa. Tak seperti pula di Jakarta, Bandar sri begawan atau Serawak Malaysia. Malam di Manila terlihat bermandikan cahaya. Tawaran yang menarik untuk buat mata melirik pada kilauan-kilauan yang eksentrik. Gedung-geding yang tinggi terlihat nakal mencoba menjamah sang rembulan agar Ia terbangun lalu segera beranjak pergi tinggalakan malam. Kali malam ini Ramadhan pertama..kusambut Ia dengan haru dan ceria. Sejenak teringatlah aku padanya..teringat pada bayang-banyang kampung halaman tercinta. Tentu lah suasana disana akan berbeda. Gelak ramai bocah-bocah begitu semarak dengan obor dan mercon yang bersahut-sahutan dengan gema adzan berkumandang. Dan muda-mudi pun hilir mudik indahkan suasana..mungkin dia ada disana, diantara mereka. Yaa Ramadhan..Engkau bulan yang selalu dinantikan. Selalu ada rindu berkumandang..bersahut-sahutan memaggil mereka di perantauan.
"Marhaban Ya Ramadhan."

Hidup itu memang penuh dengan kejutan. setiap harinya adalah sebuah keajaiban. Seperti pelangi yang tiba-tiba tersenyum seusai mendung dalam rintikan hujan. Dan sperti malam ini..Kita berkumpul dalam satu hati. Berteduh dalam satu kubah tak bermenara. Hanya serupa gedung Modern hasil peradapan milenium kedua, yakni tepatnya di lantai tiga bangunan paling utara KBRI Manila. Ramainya nian susana Ramadhan malam pertama. Berseru berseri dalam hati dengan senyum serupa semerbak bunga. Wajah-wajahnya terlihat damai dalam hidayah..tenang dalam limpahan anugrah. Disini kita berkumpul bersujud bersama dan memufuk ukwah islamiah. Di Salcedo street 18, Makati City, Manila Philipina' Tepat di lantai tiga, sejuk damai bersahaja.
"maha suci engkau yang menciptkan keunikan diantara sejuta yang berbeda."

Saat ceramah sholat tarwih tiba. seoarang hitam berbadan tinggi besar dengan pakaian unik seperti orang Zimbabwe naik ke atas mimbar. Kepalanya ditutupi kopiah khas negerinya..unik sekali dipandang mata. Warna-warna cerah begitu kontras dengan hitam gelap kulitnya. Semua matapun tertuju..hening dalam penantian. Sepertinya dia adalah salah satu perwakilan negara asing di Philipina. Dengan Basamalah Ia bermula lalu salam pun Ia sapa. Lama Ia bercerita menuturkan segala kearifan dan kemuliaan AlQuran yang suci. Semuanya Ia tuturkan dalam tiga bahasa..Inggris Tagalog Arabia, sungguh luar biasa ketiganya bercampur berbaur soalah sebuah syair dengan nada yang sempurna. Terkadang tak tertangkap maksud yang Ia kata. Apalagi bila Tagalog yang berbicara. Hambar ditelinga karna awam dengan lapaz yang tak terbiasa dengan dialektika Tagalognya. Bila Inggris tiba, dengan kepala manggut-manggut pertanda paham pun aku lakoni tanda mengerti. Jamaah lainnya sepertinya sudah terbiasa dengan ketiganya. Tagalog pastinya mereka bisa, Inggris demikian juga, dan Arabia sepertinya mereka juga hapal luar kepala
"subahanallah..maha suci engkau yang menciptakan semua keunikan yang ada pertanda engkau maha kuasa."

Seusai sholat tarwih lalu kita berkumpul bersama, menikmati hidangan hidangan yg telah tersedia. nikmatnya beraneka ragam kue kue dari berbagai negara sunggguh terasa luar biasa. terlihat seperti parade lomba cipta rasa. disana kita bercengkrama, merangkul dan bersalaman satu sesama. pendatang baru tentu paling banyak ditanya. dari mana, dlm rangka apa dan sebagainya. tawaran tawaran menarik mengikut rupanya. ada yg menwarkan acara berbuka bersama, jalan2 sore ke pusat kota, atau sekedar melihat lihat di landmark Cityland De La Rosa atau sekedar bercengkrama di pinggir Marina habiskan senja sebelum berbuka tiba. sungguh luarbiasa. kita bersaudara, saudaraku seiman dan sekeyakinan, erat dlm satu ikatan pertalian.

Pernah disuatu sahur hujan tiba dengan derasnya. Hembusan sejuk AC kamar Hotel berpadu dengan balutan lembut selimut tebal begitu mencengkram dalam lelap yang tak terkira. Alarm yang berderu bak genderang perang bagai tak terhiraukan. Suaranya tak mampu menembusi dinding-dinding mimpiku ditaman Sorta. Teman-teman serombangan ternyata begitu juga. Hujan hanyutkan semuanya dalam kelelapan yang tiada terkira. Entah bagaiaman tiba-tiba kuterbangun seketika. Seperti api yang sekejap menyala membakar bara..Segera kumeloncat berleri ke kamar-kamar teman serombongan lainnya. Ketukan pintu dan bel bercampur aduk bagai bombardir perang dunia. Dengan segera turun kelantai bawah menuju restoran Hotel yang untuk kali pertama kita mencoba makan disana..di restoran Hotel tempat kita tinggal sementara. Sebab biasanya kita slalu dapat undangan makan malam dari KBRI atau Atase lainnya. Sedikit waktu yang terisisa masih memberikan harapan untuk bersahur dengan semestinya. Namun sayang seribu disayang, ternayata makanan halal tak tersedia. Bahkan roti dan kue pun beradonan campuran alcohol penambah rasa. Rupanya mereka terbiasa minum dengan San Miguel dan Wine ala Philipina..Mabote!
"lain ladang lain belalang..lain lubuk lain ikannya. lain negara lain pula budaya nya. Welcome To Manila."

Berpuasa di Manila seakan membuka mata pada gambaran sebuah dunia. dunia asing yang tak pernah terkira. Dunia lain yg Minoritas diatas mayoritasnya. Tapi Ramadhan begitu semarak diantara mereka. Tak terbayang begitu indahnya. Banyak cerita juga senyum sapa yang tak bisa dilupa. Nikmatnya hidangan saat sahur dan berbuka akan jadi satu cerita tersendiri yang bila dikenang rindu lah hati tuk kembali. Seperti satu teman tua kenalan di Manila "Mr. Romi", Bapak berusia 56 tahun, seoarang pelaut yang telah tujuh kali mengarungi dunia. Banyak kisah Ramdhan yang Ia tuturkan saat bertatap muka sebelum berbuka. Bila sore begitu cerah dan waktu begitu melimpah, mengunjungi Mr. Romi di kapal Yacht nya adalah satu hal yang menarik. Dengan ramah Ia ulurkan tangan tuk menaiki kapal nya yang indah bak biola. Tegap gagah dengan dua tiang layar yang pernah bertarung dengan angin di Tujuh Samudera. Dan kapal itu..telah puluhan kali berpuasa di negeri-negeri jauh di utara. Namun, sejauh kaki melangkah..seluas laut terbentang, tetap Ia kembali ke Manila. Tempat Ia dimana bermula, diberi nama, dan dilayarkan kali pertama.

seperti palangi, yang akan selalu kembali
seperti Mentari, yang akan selalu menyinari
dan seperti Ramadhan yang akan selalu dinanti..

"sentuhlah aku dengan indahmu..tahun ini, tahun nanti..dan seribu tahun lagi". Amin Ya Rob.. ^_^
(satu lagi dari hati. by: didi Ab)

Komentar

Postingan Populer