21 June

Kuhanya bisa tertunduk diam menghadapi wajah kesal ibunda. Kurasa, hanya itu cara terbaik tuk meredam amarahnya. Banyak bicara malah membuat segalanya jadi semakin parah. Ini salahku..apa boleh dikata.

“Baru Tiga bulan jadi anak SMA kamu udah pindah sekolah Tiga kali. Mama ngak mau tau…pokoknya ini yang terakhir. Mama udah bosan dengar alasan-alasan anehmu itu. Kalau kamu tetap ngak bisa berubah, mama bakal kirim kamu ke sekolah militer!“

Tanpa kata..mulutku bungkam membisu...kubiarkan semuanya berlalu. aku juga tak tau kenapa semua ini kulakukan. Tanpa alasan pasti, semuanya terjadi begitu saja.

“Kamu dengar ngak seh apa yang mama bilang?”

“Iya mah..Didi dengar kok.”

Dengan wajah penuh penyesalan, kunyakinkan Ibunda, bahwa semuanya akan berubah. Sebagai peredam ceramah panjangnya, kulontarkan kata-kata manis penyejuk hati. Lengkaplah sudah..dan semuanya akan kembali seperti semula. Tak ada omelan..penuh perhatian, dan yang terpenting uang jajan tetap lancar.

“Mah..berarti Didi masi boleh main skate kan?”

“Boleh-boleh aja..tapi kalo kamu tetap ngak berubah, skate dihentikan!”

Sore pun tiba. Hangat sinarnya bakar semangat yang mulai berkarat. Kini tiba saatnya untuk melaju di atas papan beroda. Rasakan lonjakan adrenalin hingga kepunghujung hari. Hatiku sudah tak sabar untuk segera menuju kesana. Mungkin teman-temanku sudah menunggu. Tanpa banyak persiapan..kulangsung melaju menuju skatepark. Dengan style apa adanya..kupacu kuda besiku. Buatku..menuju skatepark cukup 10 menit saja. Mari membakar jalanan dan tinggalkan asap dimana-mana.

“Di..lo pindah sekolah lagi?”

“Iya, emang kenapa?” jawabku singkat pada Rino

“Terus..nyokap lo ngak marah-marah ama lo?”

“Cuman marah dikit aja.”

“Kok bisa? Tanya Rino penasaran.

Soalnya gw punya cara ampuh untuk itu..pake trick andalan gw.”

“Di, caranya gimana seh? ajarin dong!”ucap Rino sesaat kepadaku.

“gimiana yah, No..biar bisa begitu perlu trik dan mantra-mantra khusus man!”sedikit mencoba bercanda dalam situasi lelah dan letih yang kurasa

“yah..caranya gimana?”.

“Harga khusus belajar privat buat kamu 10.000 aja plus semangkok bakso…gimana, mau gak?”

“persyaratannya banyak bangat seh..”

“ya udah..lo pikir-pikir aja dulu.” Ucapku pada Rino.

Yang lain terlihat sibuk dalam tawa di tengah canda sambil menikmati bule-bule Jepang yang cantik dan berpaha mulus. Sesaat dalam situasi tersebut, terdengar beberapa bule Perancis lagi ngegosip dengan sesama rekannya. Lontaran kata-kata yang dikelurkan terdengar begitu asyik. Sedangkan di arah yang berlawanan terlihat turist jepang yang bingung cara memanggil taxi.

Maklum aja kalo banyak bule Jepang dan Perancis mondar-mandir kayak strikaan di depan mata. Soalnya di kiri café pojok yang sebenarnya lebih mirip warung kopi ini adalah Restoran Jepang, sedangkan di kanannya terdapat sebuah Restoran Perancis…dalam hal inilah selera 3 negara dapat dibedakan. Dan terlihat orang Indonesia sukanya mojok di Warkop.

“Woi! Lo pada sadar gak seh?”

Teriakan Doni barusan bikin kaget semua orang. Dan pastinya tatapan sejuta mata spontan mengarah kepadanya. Dony kali ini di cuekin, karna yang lainnya sibuk dalam obrolan berbagai topic. Mulai dari topik masalah skate, makanan ampe hantu jadi hal yang kita obrolin di saat-saat seperti ini. Tiba-tiba teriakan yang lebih kencang lagi di lontarkan si makhluk aneh bernama Doni. Dengan spontan anak-anak pada kaget, termasuk juga bule Jepang yang hampir loncat gara-gara terkejut walaupun kalo dipikir-pikir rada aneh, karna sedikit pun kata-kata yang di ucapkan si Doni dengan teriakannya pasti tuh si cewek jepang ngak ngerti.

karna merasa kesal gara-gara tak seorang pun tak yang menggubris dirinya alias lagi dicuekin, ia pun loncat ke tengah-tengah kerumunan anak-anak yang sedang asik ngomongin anggaran belanja rumah tangga republic ini.

“woi! sekarang tanggal 21 kan?”

mungkin karna sedikit merasa risih sekaligus kasihan, akhirnya si Akmil pun menanggapinya juga.

“iyah, emang kenapa Don? Kucingmu mau kawin” Tanya akmil.

“Pada nyadar gak sih kalo tanggal 21 Juni itu Hari Skate Sedunia?”setelah ucapan kata-katanya yang begitu berapi-api membakar setiap telinga yang ada, akhirnya semua anak-anak merasa terhentak mendengar hal tersebut. Secara mendadak sebuah usulan tiba-tiba langsung di keluarkan oleh Doni, walaupun sepertinya gak ada yang meminta usulan tersebut. Dengan tegas Doni pun berdiri tegak bak juru bicara orang buta sembari mengencangkan volume suaranya

“gimana kalo kita ngerayainnya dengan street pake papan skate ke Kuta? yah pawai gitu deh”

Sepertinya hal itu menarik perhatian bagi si Marlon, dan ujung-ujungnya, ia mengajukan sebuah pertanyaan, tapi bukan untuk Doni, melainkan untuk semuanya.

“Trus motor di titipin dimana entar?”ucap Marlon rada bingung. Perdebatan sengit lumayan lama terjadi, yah seputar masalah bakalan nitip motor dimana, namun herannya tak satu pun sedari tadi keluar kata sepakat mengenai setuju apa gak negrayain Hari Skate Sedunia ini dengan street pake papan skate ke Kuta.

Ternyata Udik yang otaknya tak segoblok tampangnya merasa begitu bangga atas ide cemerlang yang dimilikinya. Tak sabar menunggu, ia pun dengan cepat ngeluarkan pendapat seputar masalah bakalan nitip motor di mana. Dengan nada penuh wibawa dan disertai juga dengan semprotan hujan air liur dari mulutnya ke segala penjuru yang akibatnya sejuta makian balik menghujaninya, tapi karna itu sudah dianggap biasa ama si Udik, juga sudah teramat biasa dialaminya, tanpa ragu Dia pun mencoba mengutarakan pendapatnya kembali.

“Gimana kalo motornya ditaruh di skate park aja, biar gak ribet gitu!”

Tiba-tiba serangan pemusnah muncul menampar kemaluannya, maksudnya rasa malunya.

“Hey Udik!” Ucap Marlon.

“Pikir pake otak napa? malah tambah repot kalo begitu…lo gak nyadar kalo bakalan jadi bolak-balik kitanya, lagian kalo dimalingin orang atau ada yang iseng ngerjain tuh motor gimana?”

Wajah sedikit pura-pura cuek namun pucat jelas tergambar di wajah si Udik.

“Yah kalo gitu ya sudah…terserah mau naro motornya dimana!” balas Udik dengan santainya.

“gimana kalo kita titip motor ditempatku aja? selain dekat dengan Kuta buat nentuin jalurnya ntar juga bakalan gampang…trus seumpama ntar ada acara tambahan jadi gak masalah mau pulang malam atau pagi….yah bisa nginap di tempatku.”

Dengan serentak nada sepakat terdengar ramai.

“boleh…boleh….”

Semua sependapat dengan hal itu… setelah semua urusan pembayaran diselesaikan, dengan serentak anak-anak bergerak menuju kost nya rino yang sebenarnya merupakan sebuah hotel tanpa bintang yang kebetulan letaknya tak begitu jauh dari daerah kuta.

Dalam hitungan tak sempat lima menit ahirnya sampai juga. Terlihat sebuah plakat di depan tempat tersebut bertuliskan”hotel pejawan”. Tas dan segala jenis barang yang dirasa ngak perlu di bawa dititipin ke kamarnya rino, tapi berhubung dikarnakan kamarnya rino berda di lantai empat, maka tugas angkat-mengangkat barang kita-kita diserahin ke si kalep dengan alasan dianggap paling kuat dan mampu dalam urusan seperti ini. Soalnya yang namanya si kalep ini, selain doyan main skate juga ikut latihan fitness.

Dengan sejuta rayuan bernada sedikit memaksa, ahirnya si kalep pun menyerah pada kejamnya nasib.

”Eh lep, tolong tolong sekalian ambilin handycam di kamar gw yach, nih kuncinya” pinta Rino.

Mungkin karna masih merasa kesal dan sedikit bermaksud balas dendam, si kalep pun mencoba menolak

”males ahh…ambil aja sendiri“

namun sayangnya kalimat barusan langsung disambut sejuta kata protes oleh anak-anak. Untuk ke dua kalinya kalep kembali pasrah pada nasib. Hanya dalam kurun waktu tak kurang dari tiga menit, kalep telah mengalahkan puluhan anak tangga.

“Yoi bangat dah, makasih lep..kamu emang sobat yang paling bisa di andalin dalam situasi genting seperti ini” ucap anak-anak dengan tulus.

Belasan papan skate pun langsung digeber ke jalanan, bergerak cepat menuju kuta. Bagaikan suara mesin pesawat jet, roda-roda melaju di atas aspal sehingga begitu menarik perhatian. Ramainya kenderaan yang sibuk lalu lalang bukan jadi satu masalah. Terkadang taksi dan mobil-mobil pribadi terlihat kesal hingga membunyikan klakson dengan alasan yang tak jelas sama sekali. Begitu juga dengan turis-turis yang sedang nikmati jalan kakinya di atas trotoar, terkadang sesekali mengacungkan kameranya untuk sekedar mengambil photo yang mungkin dianggapnya sebuah objek menarik. Diantara dua sisi mobil yang teramat sempit celahnya tanpa ragu di tembus dengan secepat bayangan. Rino yang berda paling depan terlihat kelelahan dan ahirnya mencoba nebeng pada sebuah mobil yang terlihat melaju dengan santai di bagian sisinya. Melihat hal tersebut ternyata yang lain juga pada ikut-ikutan mencoba hal yang sama. Tiba-tiba suatu hal yang tak diharapkan terjadi, ternyata Marlon terjatuh sembari berguling di atas aspal. Hal ini terjadi karna di akibatkan mobil yang kebetulan di peganginya mendadak bergerak cepat. Sepertinya Pak sopir merasa keberatan juga terganggu atas bau keringat nya marlon yang bakalan menodai mobil mewahnya.

Merasa kesal dan keberatan atas hal yang sedang terjadi, bersamaan di saat mobil tersebut melintas lambat di depan Rino.. tanpa ragu ia acungan jari tengah plus kata fuck pada si pemilik mobil atas kebodohan yang baru ia perbuat. Dalam hal ini ada benar dan salahnya. Bila dipikir lebih dalam dengan menggunakan akal sehat, sungguh teramat besar resiko yang bakalan terjadi akibat tindakan si pengemudi tersebut. Bayangin aja secara mendadak langsung bergerak dengan cepat..huh, siapa yang kuat. Bahkan spiderman aja bakalan terlempar jatuh gara-gara kaget, apalagi marlon.

Tanpa buang waktu anak-anak pun langsung bergerak untuk memastikan keadaan marlon. Sesaat menatap wajah si bocah pendiam yang extreme ini, ahirnya terlihat juga senyum khas Marlon dengan gigi putihnya, dan itu berarti sebuah sinyal yang menandakan ia baik-baik saja.

“no problemo N lets go bro! “

Sepanjang perjalanan yang di lalui, tawa dan canda begitu kuat terasa. Jalanan panjang yang mulai terlihat lengan kulalui dengan sembari menikmati indahnya malam bersama hembusan angina yang bertiup perlahan.

Terasa saat itu aspal jalanan bagaikan ombak lautan nan indah, diriku pun terasa menari di atas gelombang. Detak jantung terasa begitu menganga, dan rasa lelah itu pun tiba.

“Istirahat bentar yuk Bro..” ucapku pada yang lainnya.

“Iya nih..kaki gw juga rasanya dah mau copot nih” sahut Rino.

Pada trotoar depan sebuah Bar, kita istirahat sejenak. Keramaian yang ada, membuat mata liar tak terkendali. Lirik sana lirik sini, cari wanita tersexy. Tak bisa dipungkiri betapa indahnya wanita. Sekedar menikmati, saya rasa itu bukan masalah. Bukan hanya aku saja, teman-teman yang lain juga begitu. Namanya juga pria. Punya selera.

“Lon..jalan lagi yuk, dah jam 9 lebih nih!” Ucapku sedikit memaksa.

“Ah, masa sih Di?”

Terlihat Marlon mengeluarkan ekspresi antara kaget dan tidak percaya. Sepertinya nih anak masih betah nongkrong di sini sambil melihat indahnya tubuh-tubuh para wanita yang lalu-lalang tanpa hentinya.

“Kalo gak percaya, nih liat!”

Sembari kusodorkan jam tanganku ke arah dua bola matanya. Dan dia pun terlihat begitu serius memastikan waktu yang ditunjuk oleh jam tanganku yang anti pecah, anti air dan anti segala-galnya.

“Tunggu bentar lagi..masih enak nih.” Pinta Marlon.

Lima menit pun berlalu. Namun, tetap tak ada tanda-tanda tuk segera bergerak langkahkan kaki.

“Berger yuk!” ucap Doni sambil beranjak dari posisi duduk manisnya.

“Mau makan burger di mana Don?” Serobot Udik dengan tampang polosnya.

Merasa si Udik otaknya rada ber-IQ jongkok, Marlon langsung melemparkan sebuah tamparan yang bakalan menjatuhkan mental si bocah dakocan itu.

“Eh, otak jangan ditaruh di perut dong! biar gak makan melulu yang dipikirin!”

Mendengar ucapan si Marlon barusan, ternyata si Kalep merasa sedikit prihatin dan iba atas musibah yang menimpa sahabat sekaligus musuhnya dalam setiap adegan perang mulut pada setiap sore nan sibuk di skate park.

“lapar bro? entar aja makan bareng di Fatma” kata Kalep dengan lembutnya.

Terlihat Doni berniat menciptakan sedikit canda sekedar meramaikan dan menghangatkan suasana

“Pasti dari tadi mata lo ngeliatin yang itu terus yah?”

Ucapan itu disertai dengan gerakan jari telunjuknya yang mengarah ke sebuah tempat yang tak jauh dari posisi kita nongkrong malam itu. Memang dari tempat kita duduk sangat terlihat begitu jelas sebuah lambang McD yang bersinar dengan terang..yah kira-kira 15 meteran lah. Dan mungkin hal itulah yang memancing cacing-cacing di perut si Udik sampai pada berdemonstrasi minta di beliin burger.

“Bercandanya udah dong! Kapan jalannya nih!” ucapku memaksa.

“liat tuh air hidung si Udik samapai menetes. Pada doyan banget seh bikin nangis anak orang”

Merasa sedikit gak terima sekaligus menepis image buruk yang ditempelkan untuknya..tiba-tiba si Udik langsung mengeluarkan sebuah protes keras bernada sumbang.

“siapa yang nangis, yang benar aja jack”

namun protes itu sayangnya terdengar bagai sebuah lelucon yang membangkitkan tawa kembali ditengah-tengah keseriusan yang dicoba dibangun saat itu. Sungguh tawa kubiarkan bebas lepas…sebebas kumenghirup udara pemberian Tuhan yang luar biasa ini. Sebebas kumelesat cepat di atas papan skateku malam ini..just be happy.

Akhirnya terlihat sebuah bangunan yang tidak begitu megah namun mewah. Bangunan yang tercipta dari perpaduan Arsitektur local dicampur gaya barat. Sedikit informasi, untuk memasuki Mall yang satu ini, harus kudu menaiki beberapa anak tangga yang cukup banyak, dan itu tanpa terkecuali juga jika Anda masuknya lewat parkiran yang ada dibawah bangunan ini. Bila anda menuju bagian belakan bangunan ini, maka pemandangan lautan lepas pun akan terlihat..wonderful!

Teringat si Dita pernah nanya masalah ngapain aja kalo lagi ke sini. Pertanyaan si Dita cukup di jawab singkat..yah kita-kita Cuma sekedar nongkrong sambil ngobrol dan tak lupa sambilan-sambilan lainnya, yang salah satunya sambil cuci mata liat cewek cantik…boleh dilihat, dipegang jangan, tapi kalo ngerasa lagi pede-pedenya godain dikit gak papalah buat hiburan sekalian uji nyali. Tapi godainnya dengan cara yang pastinya wajar, alias gak norak.

Anehnya saat diriku teringat akan pertanyaan si Dita, tiba-tiba orang yang dimaksud langsung muncul menyapaku yang lagi duduk nyantai pada anak tangga bareng anak-anak sambil menikmati apa yang ada. Kebetulan waktu itu yang ada cuman sebotol air mineral buat bareng-bareng.

Gila, panjang umur juga nih si Dita…Dita yang saat itu bagaikan lampu merah, hanya sekedar nompang lewat doank. Stop beberapa detik untuk sekedar just say hai whit bla.. bla.. ahirnya sesaat berlalu begitu saja dengan cepat bak pesawat tempur. Tadi malam mimpi apaan yach, kok cewek-cewek pada banyak yang nyamperin aku nih. Ternyata sekarang giliran si Rini yang nongol.

Rini ini cewek batak yang punya jajan banyak. Dan sungguh tak percuma keberadaan Dony saat itu yang di juluki si pendekar bersilat lidah dari lembah antah berantah. Dari tiga jurus ampuh yang di keluarkan si Dony, ternyata mampu menghasilkan sejuta kejutan yang di luar perkiraan.

Uang pun mengalir deras dari kartu kredit milik si Rini, yang ahirnya mampu memeriahkan suasana pesta di malam peringatan hari skate sedunia ini. Dan atas jasa-jasa si Rini yang luar biasa, dengan serentak kata sepakat ahirnya muncul. Rini di nobatkan sebagai pahlawan penumpas lapar dan dahaga di party darurat malam ini. Bisa dibilang si Rini saat itu ibarat lagi lewat dari jalan tol, trus abis bayar uang jalan kemudian langsung berlalu dengan jejak yang masih membekas dalam lima kantong palstik berisi aneka makanan dan minuman ringan

“Rini oh Rini, ngak percuma aku kenalan ma kamu pas acara kuta carnival tahun 2007 yang lalu” ucap Dony sembari meneguk soft drink di tangan kirinya dengan penuh hikmat.

”Mantap!”

“Hahaha..”

Aku hanya bisa tertawa melihat tingkah anehnya si Dony, yang lagi pura-pura acting jadi bintang iklan. Kini semuanya terlihat terdiam menikmati hidangan pemberian Rini. Kita hanya duduk sambil menggerakkan seluruh panca indra dan anggota badan lainnya buat sekedar ngilangin rasa bosan dan dingin yang menyelimuti sekujur badan. Panca indra mulut buat ngunyah sambil cuap-cuap bebek. Tangan buat cepat-cepatan ngabisin snack super renyah nan cihui. Kaki buat goyang-goyangin papan skate yang terkadang menciptakan suara berisik ‘tak..tik..tak’. Panca indra mata buat plototin objek-objek tertentu yang dianggap menyegarkan tuk dinikmati bareng-bareng. Dan telinga tugasnya untuk dengerin semua ocehan gak jelas yang keluar tanpa aturan. Panca indra hidung kebetulan saat ini di tugaskan buat ngapalin bau-bau keringat anak-anak, sedangkan panca indra lidah ternyat untuk memastikan betapa enaknya makanan pemberian rini... yach seperti kata si rini sebelum terbang menghilang, intinya seh biar tetap ingat ama kebaikannya, dasar pahlawan bertopeng .. di balik topeng ada sesuatu, kira-kira apa yach? jerawat kali.

Seperti yang telah direncanakan, juga disepakati bersama sebelumnya. Sebelum si Pak Satpam beranjak meninggalkan lokasi, kita bakalan duduk-duduk aja, dengan kata lain.. sabar menanti sesuatu yang tak pasti di balik setitik kepastian

Dua jam berlalu begitu begitu saja, malam yang dingin semakin larut, begitu juga dengan nasib makanan yang kini terlihat hanya tinggal bungkusan kosong belaka. Seiiring suasana yang semakin kelam, ahirnya centro discovery shooping mall pun mulai terlihat sepi pengnjung. Uhh, rasa pusing mulai menghampiri otakku, anak-anak juga badannya pada keliatan pegal-pegal karna kelamaan diam.

Kata-kata makian ahirnya muncul juga gara-gara kesal setengah mampus ngeliat si Pak Satpam yang teramat betah nongkrong di tempat duduknya. Makian demi makian keluar bak peluru shootgun. Si udik dengan logat khas nya sedikit memaki namun kata yang terucap bak suara angin terjepit. Yang kemudian di susul Marlon, di ikuti oleh Rino, seterusnya giliran Dony, kemudian bola makian digiring dengan cepat, trus sampai ke Yogi, ahirnya bola di tendang ke Adit, lalu di oper ke Krisna, ternyata ditendang lagi..ohh, sayang sekali tendangannya teramat goblok. Ternyata terlempar ke luar lapangan dan mengenai penonton, dan itu artinya sekarang tiba giliranku tuk ngeluarin kata makian buat si Pak Satpam.

Mmm..sebenarnya rada ngak tega juga nih. Bayangin aja sejak makian pertama di keluarin ampe makian yang ke sepuluh, sedari tadi kuhanya nontonin anak-anak sambil tertawa riang ngeliat tampang juga tingkah aneh meraka akibat stress yang super sebel abis ngeliat Pak Satpam yang ngak mau juga beranjak dari singgasananya. Sesaat kupandangi Pak Satpam yang lagi garuk-garuk dan terkadang sesekali menguap lebar kemudian garuk-garuknya lagi.

Mmm..sesuai prediksiku yang super akurat, demikian juga hal nya dengan anak-anak yang juga sama-sama ngeluarin prediksi masing-masing. Situasi saat ini bagaikan lagi nonton sebuah pertandingan bola. Dan ujung-ujungnya pada pasang taruhan prihal pak satpam.

”woi.. dalam hitungan sepuluh si pak satpam bakalan merem melek, ,ada yang berani taruhan ma gw ngak?” ucap Rino.

“Sory Rin, lagi ga ada duit nih.” Sahut Udik.

“Okeh..siapa yang kalah, traktir makan. Dalam hitungan 20 si Pak Satpam bakalan molor.” Ucapku pada Rino.

“Gimana, Rin. Berani gak lo?” celetuk si Udik.

“Setuju!”

“hehe..gw yakin Didi bakalan benar. Jadi siap-siap aja Rin, traktir kita berdua.” Celetuk si Udik sok manteb.

“Apa hubungannya ama lo..orang yang taruhan gw ma Didi.”

“Akhh..ke laut aja lo..” teriak Doni sambil bercanda.

Ternyata perkiraanku tepat, pak satpam terlihat bagaikan seekor beruang besar lagi duduk sambil tertidur lelap pada bangku imut di dalam sebuah pos security kecil. Pada arah jam tiga tepat dua langkah dari posisi molor si pak satpam, terdapat sebuah plang larangan bergambar anjing yang diberi tanda silang dan pada bagian bawah nya lagi terlihat gambar yang lebih gede dari sebelumnya, yakni gambar orang lagi main skate yang diberi tanda silang berwarna merah kental, yang artinya di larang keras bermain skate di wilayah ini.

Plang itu mungkin telah lebih seratus kali kutatap kalau pas lagi nogkrong di sini, namun tetap aja cuek dan selulu nekat berskating ria yang ujung-ujungnya bakalan main kejar-kejaran ama segenap petugas security yang ada di sini, skate bukan suatu criminal jack.

Gara-gara ingat hal itu rasa nya kejahilanku tiba-tiba muncul. Ahirnya kupungut sebuah botol plastik bekas air mineral berukuran sedang, tak menunggu lama, kemudian botol plastic dalam genggaman kulemparkan ke arah plang larangan yang kebetulan terbuat dari bahan seng. Otomatis anak-anak seketika itu langsung kaget, dan dengan cepat segera kabur mencari persembunyian karna yakin si Pak Satpam bakalan bangun dan langsung berubah jadi banteng bermata merah yang siap mengamuk.

“Gduubrrak..”

Tanpa pake mikir lama aku pun langsung loncat ke parkiran bawah. Detik demi detik berlalu dengan penuh rasa penasaran, karna ngak tahan pingin tahu apa yang terjadi setelah pelemparan yang kuperbuat, akhirnya dengan sedikit ragu kulangsung menuju ke atas. Satu persatu anak tangga kunaiki dengan perlahan.

”wah, benar-benar cemen nih. Haha..”

Ternyata lemparan yang kulakukan ngak ngefek sama sekali ama si Pak Satpam yang lagi ngorok mirip babi gendut abis makan batu segerobak. Rupanya yang goblok itu bukan aku doank, tapi anak-anak juga sama gobloknya, satu pun batang hidungnya ngak ada yang kelihatan.

”Woi !!.. sembunyi di mana seh? di bawah tempurung kelapa ato di bak kamar mandi? jago amat teknik sembunyinya, ampe setan pun ngak bisa ngeliat.”

”Hehe..”

Dengan tawa yang terdengar sedikit sumbang, satu persatu bermunculan keluar dari persembunyian. Kutatap wajah-wajah mereka yang ternyata masih menyisakan goresan rasa kekhawatiran. Dalam situasi genting yang ada, tawa pun tak bisa terbendung gara-gara ngeliat tampang-tampang yang masih ketakutan itu. Bagaikan muntahan peluru meriam, tawaku mengagetkan kesunyian malam. Begitu juga dengan yang lainnya, terlihat tertawa lebih keras tuk sekedar ledakkan kegoblokan yang terjadi pada diri masing-masing.

Karna terasa sakit di perut akibat tertawa yang terlalu over dosis, ahirnya aku pun mencoba duduk tepat di tempat kita nongkrong tadi. Si udik yang tawanya paling garing terlihat hampir mirip dengan manusia planet berambut kriting sebulu ketek yang bibirnya jadi makin tebal dua kali lipat dengan mata menyipit ampe seiprit-iprit. Saat itu aku benar-benar marasa tak kuasa menatap tampang si Udik yang ajung-ujungnya bikin perut makin mules gara-gara ngak bisa diam ketawa terus. Akhirnya bungkusan palstik yang berisikan sampah-sampah makanan yang di beliin si Rini tadi langsung kulemparkan tepat sasaran mendarat di wajah si udik, dan ternyata tawa yang ada semakin menjadi-jadi, dan yang lainnya juga terlihat pada ketawa ampe lemas hingga tak kuat lagi untuk berdiri. Tanpa basa-basi, ahirnya langsung tidur-tiduran di lantai sambil tertawa terbahak-bahak mirip orang gila yang kerasukan.

Dan sesaat waktu itu, tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu. Ternyata tepat di samping tangan kananku terbaring sebuah botol plastik bekas air mineral yang berukuran lebih besar. Kejahilan muncul lagi dalam benakku tuk melakukan lemparan yang ke dua. Dengan di iringi tawa, kulemparkan botol plastik yang ada di tangan kananku. Seperti biasa, lemparanku tak pernah meleset selalu tepat sasaran.

gdubrakk..”

Suara yang di hasilkan dari lemparan yang ke dua ini ternyata lebih dahsyat dari lemparan yang terdahulu. Suara itu pun mendadak menghentikan semua tawa yang ada. Antara kaget dan bingung, semuanya terlihat bagaikan patung es yang terpaku membeku, tanpa kata dalam sejuta kaget yang ada. Namun tidak demikian hal nya dengan si Pak Satpam, yang ternyata suara barusan mampu membangunkannya dengan sadis ampe otak kirinya kaget hampir mencret.

Sejenak ia terlihat berpikir tentang apa gerangan yang terjadi pada dirinya. Dan tak lama setelah itu..pak satpam ahirnya memuntahkan kemarahannya, setelah sadar bahwa ia terbangun gara-gara suara brisik yang misterius

“woi! Yang lempar botol ini siapa?..buruan ngaku!, sialan!“

Pak satpam berteriak ke arah kita-kita yang saat itu berada tidak jauh dari depan matanya. Melihat kemarahan sang beruang yang baru terbangun dari tidur panjangnya. Kuputuskan pada anak-anak untuk tetap diam demi menjaga kelancaran acara spot check malam ini. Tanpa banyak nanya anak-anak pun menuruti saran yang kuajukan dengan mencoba beracting pura-pura gak tau menau akan hal tersebut. Merasa posisiku saat itu sebagai terdakwah, sekaligus juga merasa bertanggung jawab pada pelemparan barusan..maka, untuk mengatasi masalah yang terjadi kucoba tuk menghadapi kemarahan si Pak Satpam.

”Wah kita-kita ngak tau apa-apa pak, emang Bapak kenapa, kok tiba-tiba jadi marah-marah gini?” ucapku dengan tegas sedikit pura-pura ngak terima.

”Tadi sepertinya ada yang sengaja ngelempar plang ini..kurang ajar ngak tuh?” tutur Pak Satpam.

”Mang tadi Bapak lagi ngapain?” tanyaku pada Pak Satpam.

”Lagi tidur, masa lagi makan. ” jawab pak satpam dengan mantab.

” Bapak lagi tidur kok ampe bisa tau ada orang yang ngelempar plang itu?, aneh bangat seh Bapak ini! Kalo ngomong yang benar donk!”

Pak Satpam pun hanya terdiam sejenak mencoba berpikir akan hal yang terjadi, dan kuyakin bangat kalo si Pak Satpam saat ini situasi otak nya lagi ngambang alias belom sadar sepenuhnya. Yah namanya orang yang ke bangun gara-gara kaget biasanya dalam beberapa menit bakalan kayak orang goblok..gak usah di jelasin juga pasti dah pada tau lah gimana.

Detik demi detik berlalu dengan was-was dalam hati. Pak Satpam takkan kubiarkan kembali ke alam sadar seutuhnya. Ahirnya pertanyaan jebakan selanjutnya kulancarkan kembali guna menjatuhkan si Pak Satpam.

”ahh..udah lah pak, kalo kelamaan main ngotot-ngototan gini takutnya ntar malah bikin emosi, lagian namanya juga bapak lagi tidur mungkin aja itu cuman mimpi buruk yang bikin bapak kaget ampe kebangun kayak orang gila gini. Sebaiknya bapak ingat-ingat dulu tadi mimpi apaan. Hal kayak gitu itu emang biasa terjadi Pak. Yah namanya juga mimpi. Aku aja pernah gitu kok pak”

Pak Satpam hanya terdiam membisu dalam sejuta tanya atas ucapanku barusan. Tanpa tanggung-tanggung, serangan mendadak akan dilancarkan kembali. Kali ini giliran Doni yang mau menyerang

”woi pak!, kita aja yang dari tadi duduk di sisni ngak ngerasa terjadi apa-apa kok, kalo ngak percaya Tanya aja nih orang-orang satu persatu. Lagian dari tadi bapak aneh-aneh aja ampe pake acara ngoceh sambil tidur, trus tiba-tiba bangun pake main triak-triak kayak nenek-nenek lagi kena perkosa”.

Seperti yang telah di rencanakan, ahirnya Pak Satpam jatuh juga dalam perangkapku yang mematikan.

”Setelah Bapak pikir-pikir dan ingat-ingat kembali, emang kayaknya bapak lagi mimpi aneh tadi”. Dengan wajah yang masih terlihat menyisakan rasa ngantuk super berat, ahirnya si Pak Satpam langsung beranjak menuju posisinya semula untuk melanjutkan perjalanan mimpinya ke negeri antah berantah.

Seketika itu juga, tiba-tiba di otakku melintas sebuah ide super brilian yang sebenarnya sedikit terdengar licik. Dalam hati, ku yakin ide ini bakalan mampu merubah segalanya..hanya ini satu-satunya cara biar di izinin main skate malam ini, ini akan ku lakukan walau kemungkinan terburuk sekalipun bakal dapat terjadi.

”Woi pak!”. Teriakku lantang

”ada apa lagi?” jawab Pak Satpam sembari berbalik ke arahku.

”Bapak ngak ngerasa bersalah ?”

”emang saya salah apa?”

“Bapak ngak nyadar kalo tadi udah teriakin kita-kita kayak mau ngajak perang?” nada suara kupertinggi

”Terus kenapa?” ucap Pak Satpam dengan gertakan.

”Jadi Bapak emang mau ngajak ribut kita-kita nih!”

”terus enaknya gimana?”ucap Pak Satpam dengan nada sedikit menurun terlihat mulai gentar

”Woi pak!, kata-kata Bapak yang tadi harap di tarik kemabali trus minta maaf ama kita-kita, kalo ngak mau berarti bapak emang ngak tau adab dan sengaja ngajak ribut!”

“Bapak akui kalo Bapak memang salah, dan bapak minta maaf atas hal itu. Oke?”

Semua berlalu dengan cepat bak hembusan angin yang kurasakan tiupannya saat ini. Pak Satpam pun kembali beranjak ke posisinya semula untuk melanjutkan mimpi nya yang tertunda. Namun..

“woi pak ntar dulu, main kabur aja”.

Kuhentikan langkah panjang si Pak Satpam. Sepertinya telah tiba saat yang tepat untuk melancarkan ide cemerlang yang rada licik ini.

”Kalo aku pribadi seh terima-terima aja pak, tapi teman-teman saya yang rada gila-gila ini ngak yakin kalo bakalan mau terima permintaan maaf bapak sekedar begitu saja tanpa ada tambahan lainnya”.

Sambil berbalik ke arah belakang, ku kedipkan mata ini kearah anak-anak bermaksud supaya pada pura-pura marah dan ngak mau trima begitu saja kata maaf si pak satpam.

Ku coba bertanya dengan bernada sedikit membentak ke arah anak-anak”woi..pada terima ngak nih?”Dony pun langsung menyambut ucapanku dengan spontan”ah, kalo aku see ngak trima man..gila aja seenak jidat nya main maki-maki orang”dengan triak si Dony coba membentak Pak Satpam.

Rino yang suda mulai mengrti alur ceritanya, terlihat mencoba lebih galak dari pada Doni, ”woi pak, Bapak pikir segampang itu apa! habis teriakin orang terus minta maaf, ok lah kalo mau nya emang begitu. Gimana kalo Bapak sekarang saya pukul pake papan skate ini trus abis itu saya langsung minta maaaf ama bapak, gimana mau ngak pak?”. Saat itu Pak Satpam sudah mulai terlihat bingung sekaligus ketakutan akibat situasi yang ada.

Dan ternyata Yogi juga pengen ikutan juga dalam acara preman semalam ini. “Pak, ngak usah pasang tampang sok-sokan depanku yach, Bapak pikir aku takut liat badan gede bapak yang kayak galon itu. Biar Bapak tau yah, aku ini anak kuta, jadi ngak usah kudu di jelasin panjang lebar juga bapak udah pasti ngerti maksudku, kecuali emang Bapak udah bosan hidup”.

Tiba-tiba si Udik main nimbrung aja pingin ikutan. Saat itu sebenarnya pingin ketawa liatin tingkah anehnya pas pasang tampang bringas bercampur triakan cemprengnya. Dengan tiba-tiba si Udik meloncat ke depan yang ujung-ujung nya bikin kaget si Pak Satpam termasuk juga anak-anak. ”Campah ci! cak cak ci!..kleng ci!, cak cak cang ci!”, dengan logat Bali si Udik coba nakut-nakutin si Pak Satpam yang ngak ada takut-takutnya, yang bila di terjemahin pake kamus bahasa ngawur ato kamus satu juta kata-kata ngak bermutu, artinya..bla..bla..bla, minta di hajar kau yah!.

Sepertinya acting gertakan sudah teramat cukup, dan hal itu terlihat dari wajah si pak satpam yang mulai keringat dingin dan terserang virus lutut bergoyang yang mungkin bila di lanjutin 3 menit lagi bakal bisa menimbulkan ke gilaan sesaat yang ujung-ujungnya adek kecil si pak satpam menangis ketakutan..tanpa buang waktu ahirnya ku lontarkan inti dan maksud dari sandiwara ini” mm..gini aja pak, kalo masalah emosi teman-teman biar aku yang atasi, tapi dengan satu syarat bapak harus setuju dengan permintaan kita, dan mau tidak mau bapak harus iya kan, gimana.. setuju ngak?”gertakku penuh ancaman.

Merasa tak ada pilihan, ahirnya pak satpam menjawab setuju”ok..permintaan kalian akan saya coba usahakan semampunya”sebuah jawaban yang dari tadi di tunggu-tunggu.

”Tenag aja pak”sedikit ku mencoba pura-pura”kita ngak minta harta ato nyawa bapak kok, permintaanya gampang pak..kita cuman minta bapak ngebolehin kita-kita main skate di sini, gimana ?”.

Sakin girang nya atas ide yang baru ku keluarkan, si Udik pun langsung ngerocos kayak bebek minta kawin”woi..jawab aja kok lama bangat, buru napa!”sebuah triakan keras dari si udik yang di ikuti dua detik kemudian dengan bantingan papan skatenya ke lantai. Dalam hati sedikit ku khawatir, soalnya nih orang bakal bisa bikin kacau semuanya.

Tindakan cepat harus segera ku ambil sebelum sandiwara aneh ini terbongkar” gimana pak? kalo di pikir-pikir itu bukan satu hal yang mustahil dan susah buat bapak” mencoba meyakinkan si pak satpam.

”Baiklah, kalian boleh main skate di sini, tapi ini hanya berlaku dari jam 10 malam ke atas doank, dan juga bila ada terjadi kerusakan harap tanggung jawab, gimana?”ucap Pak Satpam dengan damai. Sebuah jawaban yang menenangkan jiwa juga telah menghilangkan lapar dahaga dan mengusir rasa ngantuk bercampur gundah, pokoknya hal ini merupakan suatu hal yang di luar jangkauan. Bayangin aja, kita-kita yang selama ini kalo giliran lagi pada pingin main skate di sini ngak beda jauh ama tukang ngutil ato maling yang kalo ampe katahuan bakal di teriakin, dan terkadang adegan kejar-kejaran bisa terjadi.

Skate mungkin di anggap sebagai suatu tindakan criminal, dengan alasan kalo skate itu merusak dan mengganggu kenyamanan pengunjung. Padahal kenyataannya kita ngak ngerusak apa-apa, menggagnggu orang sekitar atau bikin rebut suasana juga ngak, namun tetap aja ngak dibolehin main dengan alasan yang lebih macem-macem lagi. Dan pada malam ini sebuah kebetulan yang luar biasa akhirnya menciptakan sebuah perubahan yang di luar dugaan.

Kita-kita bakal bisa berskating ria sepusnya tanpa rasa was-was dan takut kalo tiba-tiba Satu Kompi Satpam datang manghadang trus mengejar. Ohh, betapa senangnya hati ini..thanks buat setan yang membisikkan ide gila yang sedikit jahat ini.

“Trima kasih banyak Pak, masalah itu Bapak ngak perlu khawatir. Tenang aja, kita bakal main di sini kalo memang udah lewat jam 10 malam. Tapi saya juga menegaskan ke pada bapak kalo janji juga ucapan sesame laki-laki harus bisa di pertahankan..cam kan itu”.

Tiba-tiba Marlon coba nambahin ucapanku barusan, tanpa ragu sembari jari telunjuknya diarahkan ke mana-mana. “Eh Pak..pegang kata-katamu itu, sekali bapak ingkari, awas! saya ingatkan ke Bapak kalo sampe itu terjadi, Bapak harus opersai plastik”. Marlon terlihat mengalahkan semua ancaman-ancaman yang sedari tadi di keluarin dengan acting murahan. Dengan tidak bermaksud memperpanjang suasana yang ada, yang malah takutnya bakalan mengakibatkan segala kebohongan ini bakalan terungkap, sekedar kata-kata penutup akhirnya ku keluarkan untuk menyudahi pertikaian yang penuh kepura-puraan ini, “baiklah pak, atas nama teman-teman, ku ucapkan terima kasih kepada bapak, dan juga minta maaf atas kejadian tadi”.

Sembari ku ulurkan jabat tangan tanda maaf sekaligus setuju atas perjanjian yang telah disepakati. Karna rasa senang yang berlebihan, akhirnya sebuah rangkaian kata-kata ku keluarkan tanpa sadar untuk sekedar menyegarkan suasana hati, “kalo ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalo udah jam 10 malam, bole kita maen skate dsini”. Trus kemudian disusul, “taik kambing bulat-bulat, dimakan jadi obat, disimpan jadi ajimat. Kayak kambing mukamu aku lihat, ku cincang belah empat kalo sampai pura-pura ngak ingat!”. Anak-anak saat itu hanya terlihat terdiam menahan tawa, yang kemudian tiba-tiba Yogi pun langsung memulai ajakan untuk segera berskating ria. Akhirnya semua rencana sandiwara dadakan berjalan dengan baik sesuai harapan, senang dan lega teramat sangat kurasakan saat itu melebihi dari seorang kontraktor yang berhasil menangi tender proyek senilai 100 milyar.

Setengah jam berlalu, semua terlihat sedang sibuk dalam usaha mengalahkan tantangan yang ada di depan mata, tak terkecuali diriku…rasanya masalah besar yang sedang menghinggapi segenap jiwa dan pikiran, 5 kali kucoba melancarkan trik 50-50 down ledge pada 15 tangga, ternyata hanya berakhir sia-sia…penuh emosi bercampur kesal menyelimuti setiap inci rongga otakku, sementara Yogi terlihat begitu puas dengan lompatan-lompatan super ekstremnya pada 15 anak tangga yang sudah terlihat menangis ketakutan. Tanpa pikir panjang kembali kuniatkan untuk mencoba lagi, seumpama kali ini tetap gagal, berarti ku telah memecahkan rekor terpayah dalam hidupku…enam kali mencoba, semua berakhir dengan percuma..sedangkan yang ku peroleh hanyalah rasa pegal serta nyeri pada sekujur kaki juga tangan akibat 5 kali terlempar dari ketinggian sembari mencium semen yang terasa begitu kasar dan keras untuk dinikmati.

Tekad dalam hati, ku perkuat kembali tuk sekedar meyakinkan diri“pasti dapat nih!”dengan konsentrasi penuh ku mencoba mematikan rasa takut yang ada begitu juga keraguan akan resiko langsung ku tendang jauh-jauh dari pikiran ku. Setelah ku ambil nafas panjang merilekskan pikiran, akhirnya ketegangan yang berkutat dalam diriku perlahan sirna. Detik-detik itu tak ku buang percuma. Sesaat kemudian ku mulai mengambil ancang-ancang, lalu..sssttt…ku pacu papan skateku dalam kecepatan tinggi. Saat itu semua mata terlihat teruju padaku. Tanpa memperdulikan apa pun ku berusaha fokuskan pandangan hanya pada satu tujuan, apalagi kalau bukan down ledge di depan mata yang sebenarnya bakalan dapat menciutkan nyali setelah bertatapan langsung dengan kecuraman 15 anak tangga yang super seram.

Setelah rasa takut kubantai abis dengan keyakinan kalau itu bukanlah apa-apa. Dengan gerakan cepat ku langsung melompat ke atas beton pembatas tangga yang tebalnya sekitar 20 cm. Tanpa kedip mata memandang, grrrr…kurasakan getaran halus namun sangat menegangkan pada detik-detik itu, dan dalam kecepatan tinggi ku meluncur di atas kecuraman yang di tawarkan sang down ledge lima belas anak tangga. Sekejap ku telah dihadapkan kembali pada bagian ujung down ledge, dan itu artinya ku harus melakukan tindakan cepat untuk dapat mendarat dengan mulus juga aman dari cidera.

Sesaat terasa keseimbangan teramat goyah diterpa angin yang cukup kencang untuk ukuran ketinggian juga kecepatan seperti ini, lalu dengan penuh keberanian yang tinggi akhirnya ku berasa melompat tepat saat papan skateku telah berada pada ujung down ledge. Beberapa detik di udara kurasakan bagai hampa dan saat itu ku yakin posisi badanku teramat terlalu kebelakng, dan itu situasi yang sangat sulit untuk dapat mendarat dengan tepat.

Tapi karna tak ingin menemui kegagalan yang keenam kalinya, akhirnya ku paksakan diriku untuk mengalahkan situasi yang tidak memungkinkan ini dengan perjuangan super keras, berusaha agar dapat melakukan pendaratan. Sesaat keheningan menyelimuti segenap atmospher yang ada, lalu..plak…saat itu rasanya hanya roda belakang papan skate ku yang terlebih dahulu membentur lantai saat mendarat..tanpa sempat berpikir panjang dalam situasi yang hanya hitungan detik ini, akhirnya badanku terasa bagaikan dilemparkan jauh-jauh oleh sebuah ketapel raksasa. Achh..ku terbanting melayang jauh ke depan. Kira-kira 3 meter dari tangga yang beberapa detik yang lalu ingin ku taklukkan.

Detik-detik ku lalui dalam keheningan yang kelam. Ku rasakan aliran darah seakan mengalir deras di sekujur tubuhku, berpacu dengan nafas yang teramat berat untuk dihirup, sehingga lutut pun tak mampu untuk bergerak getarkan darah ini. Diriku pun disaat itu hanya mampu berbaring tanpa gerak, walau hanya sekedar untuk menenangkan jiwa berharap akan kembali bangkit ke alam sadar seutuhnya. Detik demi detik berlalu..anak-anak terlihat berlari ke arah ku. Suara-suara terdengar menyapa, mencoba buyarkan ke heningan yang ku lalui dalam gelapnya pikiran“Di..kamu ngak apa-apa?”ucap Marlon dengan kekhawatirannya..namun balasan yang ku berikan hanya berupa nafas berat kesakitan. Rino pun terdengar menanyakan perihal keadaan ku“are u ok?”nafas berat dan sakit masih tersisa begitu berat dirasa, namun mulai berangsur menghilang saat pertanyaan dari Rino kembali terdengar.

Akhirnya ku balas ucapan Rino dengan sedikit canda sekedar mencoba tuk hilangkan kekhawatiran pada diri ku dan yang lainnya saat itu.

Are you ok?” ucap Rino mencoba mengulangi kata itu kembali, namun saat itu ku tetap terdiam, dan akhirnya untuk yang ketiga kali Rino berusaha mengulangi perihal yang sama“are U ok?”dengan cepat langsung ku jawab”no…I am didi, not oke”tawa lepas pun akhirnya mengusir ketegangan yang ada.

Ku berusaha mencoba bangkit setelah sekian lama luput dari kesadaran“syukurlah kamu ngak kenapa-knapa di”ucap Yogi dengan sedikit lega, karna mengingat betapa beresikonya olahraga satu ini“aku gak papa kok Gi”ucap ku berusaha meyakinkan kalau situasi telah membaik“aku pikir kamu lagi praktek acting lupa ingatan Di..eh tau nya isengnya kumat lagi”ucap Marlon mencoba sedikit memancing tawa.

“Emang benar kok Lon, soalnya aku jatuh gini gara-gara aku lupa bagaimana cara out nya 50-50, makanya ampe jadi nyium-nyium lantai segala..lagiankan kamu tau, aku ini bukan pemain sinetron, tapi kalau ngeliat tampang mu seh kayaknya cocok deh Lon”.

Marlon ternyata sedikit ke ge-eran atas ucapanku barusan. Itu jelas terlihat dari dirinya yang langsung besar kepala diikuti pula dengan serentak pembesaran pada anggota tubuh lainnya“ah masa sih di, tampang ku cocok jadi pemain sinetron? Jangan kencang-kencang donk ngomongnya, jadi ngak enak ama anak-anak nih”Marlon ternyata semakin ke pe-dean, dan dalam kasus seperti ini, marlon merupakan sasaran empuk bahan guyonan“benar lon, tapi peran yang pas buat kamu seh kayaknya jadi kain pel!”anak-anak pun dengan spontan langsung ngakak mendadak mendengar kata-kata ku barusan, dan anehnya lagi, Marlon juga ikut-ikutan ngakak menertawakan dirinya sendiri..dasar sakit.

Tiba-tiba ku baru kepikiran perihal keberadaan papan skateku yang sekarang terbaring entah di mana setelah insiden yang memilukan beberapa saat yang lalu. Tawa yang ada dalam diri langsung ku hentikan“woi ada yang liat papan ku ngak?”semuanya hanya terdiam..namun tiba-tiba si Udik menjawab pertanyaanku barusan dengan mengarahkan jari telunjuknya ke suatu arah yang di perkirakan jadi lokasi keberadaan papan skate ku saat ini“kayaknya mental ke arah sana deh Di, coba cek”tanpa banyak omong ku langsung berlari ke arah yang dimaksud oleh telunjuk si Udik. Saat ku berhenti dalam pencarian itu, tiba-tiba terlihat sebuah pemandangan teramat tak diharapkan“oh shit!”ucapku lirih melepas sejuta endapan kekasalan yang ada dalam hati.

Papan skateku saat itu terlihat hampir mirip dengan kapal titanic sesaat setelah menabrak gunung es yang akhirnya retak terbelah dua. Berniat berusaha mencoba hilangkan penak dan gundah yang ada, ku coba berkata pada diri sendiri bahwa no problemo atas semua ini..aku pun melangkah beranjak menuju arah anak-anak dengan menyeret papan retak yang nyaris bagaikan pinang dibelah dua. Saat itu, yang lainnya hanya terdiam penuh kaget dengan apa yang terjadi dengan papan satu-satu nya milik ku, dan selanjutnya seribu ucapan turut prihatin yang lebih mirip kata-kata reject keluar begitu saja dengan spontan dari wajah mereka..namun semuanya hanya ku balas dengan senyum simpul ketegaran jiwa..betapapun ku sadar dan yakin kalau harga papan skate itu bukanlah seperti harga cemilan di warung, apalagi untuk ukuran kantong manusia seperti diriku, yang mungkin buat beli papan baru lagi untuk saat ini tak segampang membalikkan telapak tangan.

Keheningan ku coba pecahkan dengan suara bernada sedikit melengking namun tak begitu nyaring. “Yah mau gimana lagi bro, mungkin udah saatnya patah kali”. Memang yang namanya teman, rasa prihatin itu senantiasa ada. “Gimana donk Di?”ucap Yogi begitu prihatin dengan keadaanku sekarang ini. “Mungkin saat ini waktunya istirahat dulu kali, yah sekalian nunggu aku ada duit dulu buat beli papan lagi Gi”. Gak Yogi, Udik, Marlon dan yang lainnya sudah paham benar atas situasi ku untuk saat ini. Jangankan untuk beli papan skate, bahkan kantong aja udah sekarat hampir ngak makan. Apalagi ditanggal-tanggal keramat akhir bulan seperti saat ini..yah taulah, namanya juga anak kost yang lagi kena bencana nasional akibat longsornya saldo di ATM. “Jadi ceritanya pada mau nontonin kesialanku nih? kalian pikir aku ini tukang jual obat panu apa?”. Tatapan-tapan aneh itu ku coba buyarkan. Semua berlalu bagaikan hempasan ombak di lautan, yang terkadang terdengar sedikit berbisik saat mata menatap lepas ke laut luas yang berhiaskan taburan bintang, dan juga bulan yang selalu setia mendampingi di saat malam di balut kelam.

Gundah di hatiku terasa sedikit melayang sesaat nikmati alunan musik dari i-Pod pinjaman miliknya si Doni. Alunan musik ska terasa sedikit menegarkan jiwa yang tersayat kesedihan. Musik memang banyak mengubah juga mempengaruhi setiap inci situasi jiwa yang sedang di rasa, baik saat ini bahkan jauh di hari-hari yang telah lalu. Saat itu masih ingat benar suasana saat otak ku yang begitu stres dan sumpek gara-gara selama tiga minggu berjuang mati-matian mencari trik smith grind, tapi selama itu juga tak sekalipun berhasil landing menyentuh aspal. Putus asa dan kesal, itu jelas terjadi..akibatnya ku langsung berhenti berskating ria saat itu juga, lalu hanya duduk terdiam memandangi anak-anak yang terlihat asik mainin papan masing-masing. Hal yang sama kembali terjadi saat ini. Musik kembali meredam gundah hati dan emosiku. Setelah hati terasa lebih baik, papan yang terletak begitu saja, ku gapai kembali dengan semangat baru yang menyelimuti di hati.

Tanpa musik akan bagaimana jadinya hidup manusia, dan bayangkan betapa stresnya orang jaman purba dulu yang belum mengenal musik sama sekali..bisa jadi hal ini yang menyebabkan begitu lambatnya perkembangan populasi manusia pada waktu itu. Gimana gak lambat coba..kalau para pejantan nya keseringan mangalami stress, ujung-ujung nya si cowok langsung ilfel alias ilang selera liat para betinanya di saat musim kawin telah tiba. Ahirnya ngak jadi deh usaha memperbanyak populasinya. Gomong-ngomong masalah manusia purba, spontan aku langsung ingat Udik, yang boleh dikatakan mirip bangat sama manusia purba.

Tawapun akhirnya ku rasakan di hati, hingga bubarkan beban yang terasa berat di pundak ku..tanpa terasa malam semakin larut untuk tetap berkeliaran di pantai seperti saat ini..masalahnya dinginnya hembusan angina malam benar-benar tak bisa dikompromi, dan hal itu bukan hanya diriku saja yang merasakannya, wajah-wajah kelelahan juga terlihat dimasing-masing tubuh yang hampir kesulitan bernafas alias ngos-ngosan“woi udahan yuk!”ucapku pada yang lainnya, dan sepertinya mereka juga memang sudah berniat untuk segera balik. Dengan sisa-sisa jejak kenangan, akhirnya ku pulang dengan obrolan seru sepanjang langkah menyusuri jalanan Kuta menuju tampatnya Rino di Hotel Pudjawan, yang kebetulan Rino dan Akmil jadi penghuni tetapnya.

HANYA SEBATAS GERIMIS

Sepinya malam membangkitkan teriakan anjing-anjing dengan gong-gongannya yang memekakkan gendang telinga, apalagi diiringi juga oleh suara berisik yang dihasilkan roda papan skate saat berputar kencang melaju keras di atas aspal, lengkap sudah. Karna sedikit trauma dengan hewan yang satu ini, tak peduli saat ini lagi modal dengkul alias jalan kaki sendiri, langkah pun ku percepat beberapa kali lipat..sedangkan semua anak-anak terlihat asyik mengayuh papan masing-masing dengan kecepatan penuh membakar jalanan. Walaupun demikian ku coba lewati satu persatu, kaki ku berlari tanpa henti bagaikan serdadu dikejar peluru..soalnya kalau posisi ku paling belakang, takutnya ntar diriku bakalan jadi sasaran empuk anjing-anjing gila yang lagi kelaparan.

Ahirnya tiba juga ke persinggahan terahir malam panjang ini. Ahh, keringat bercucuran membasahi sekujur tubuh dengan nafas ngos-ngosan. Saat mata tepat menatap lurus ke depan, terlihat sebuah mini market 24 jam yang bersinar terang, dan dari balik kaca bening itu sepertinya botol-botol minuman segar yang di susun dengan rapi di etalase, serasa melambai-lambaikan tangan dengan sesekali mengejek bermaksud menantang pengen di hajar.

Tanpa buang waktu, ku rogoh kantong jins ku tuk sekedar memastikan keberadaan dana yang ada pada saat ini. Sialnya, ternyata baru ku sadari kalo sedari tadi hp yang ku simpan di dalam kantong celana ternyata telah remuk tanpa bentuk. Kesialan ini terjadi selain di karnakan ukuran nya yang teramat kecil, juga di dukung kecerobohan pada benda yang satu ini. Jika di ingat-ingat, diri ku teramat hoby gonta-ganti Hp..bukan karna bosan atau dijual, namun gara-gara hilang, kelupaan atau seperti saat ini, hancur saat berskating ria yang tanpa sadar kalo lagi ngantongin hp di celana. Dan seiring bantingan-bantingan badan gara-gara gagal melulu saat melakukan trik, Hp ku ujung-ujung nya berubah jadi krupuk deh.

Kondisi Hp sudah retak pada bagian depan dan belakangnya“oh Tuhan, berikan aku kesabaran atas kecerobohan ku ini”dengan sinis dan tawa di hati, ku meratapi kesialan malam ini“wah Hp mu rusak di?”kata Udik sedikit terkejut sesaat melihat Hp milik ku yang bentuknya udah gak jelas yang ada dalam genggaman tangan ku“iya nih men, gara-gara lupa kalo lagi ngantongin Hp di kantong celana pas lagi main skate tadi”tiba-tiba Marlon nyelonong main ngomong aja“sial banget kamu hari ini di, emang makan apaan tadi pagi ampe sialnya double impact gini?” ucapannya hanya kusambut dengan tawa plus-plus“hahahamang benar-benar double impact nih, kalo pepatah bilang, udah kesandung batu jatuh kecomberan lagi”mmm..sepertinya bulan depan akau terjadi pengiritan besar-besaran, semoga aja ada rejeki mendadak yang ngak di sangka-sangka.. ah, bermimpi kan ngak ada salahnya, apalagi buat sekedar nyenangin hati, sah-sah aja lah..

Dalam situasi malam yang begitu larut, sebagian teman-teman terlihat berniat go home, apalagi kayak yang nama nya Krisna, Udik dan Doni yang kebetulan rumahnya diseputaran Legian dan Kuta, udah pasti lah..lain hal nya dengan Marlon yang rumah nya di ujung aspal daerah Kerobokan, sepertinya nih anak bakalan nginap malam ini di tempatnya Rino..dan ternyata itu benar. Terlihat Marlon sedang sibuk merayu Ibu nya untuk dapatkan sebuah izin nginap di tempat Rino. Beda halnya dengan dirku, soalnya yang nyariin atau nungguin juga gak ada, kecuali tempat tidur kesayangan ku yang bakalan kedinginan gara-gara ku tinggal sendirian. Dengan cepat suasana langsung sepi, suasana ramai beberapa menit yang lalu drastis berubah.

Marlon dan diri ku berniat malam ini akan nginap di tempat Rino, sedangkan Yogi dan Kalep di kamar sebelah di tempatnya Akmil. Pertamanya sih pengen nya langsung tidur, karna selain badan yang udah pegal dan capek, juga mata yang terasa berat kayak bola lampu lima wath, tapi ternyata gara-gara obrolan yang tak menentu ujung pangkalnya, akibatnya mata jadi terang trus sambil mulut tertawa terbahak-bahak kayak orang gila, di tambah lagi saat ini lagi musimnya Piala Dunia, lengkap sudah penderitaan si mata. Kebetulan entar tepat jam tiga bakal di langsungkan pertandingan antara Brazil melawan Australia. Rencana punya rencana, kita-kita sepakat bakalan jalan ke pantai Matahari Terbit mau ikutan nonton bareng Piala Dunia di sana, rencana nya seh gitu.

Waktu terus berjalan, akhirnya Rino memutuskan berangkat sekarang dengan alasan biar dapat posisi yang asyik. Dengan wajah sedikit kusam, kita pun bergegas menuju lantai dasar, tiba-tiba Akmil, Kalep dan Yogi mendadak bilang gak bisa ikutan, soalnya baru ingat kalo kunci motornya Yogi ama Akmil di titipin di tasnya Kaleb pas ke Centro tadi, dan ternyata kelupaan mintanya pas Kaleb tanpa basa-basi langsung pulang ke rumah.

“yah gimana dong?”ucapa Marlon.“sorry men kan masih ada motor nya didi ama Marlon, jadi yang kepengen nonton nebeng aja, tapi kalo aku kayaknya nonton nya di sini aja deh!”ucap Yogi sedikit terlihat merasa bersalah“gini aja deh!”ku mencoba memberikan jalan yang terbaik“gimana kalo kita nonton barengnya di kamar Akmil aja?”sesaat terlihat yang lain pada berpikir atas solusi yang kutawarkan.

“setuju banget!”. Yang lainnya berkata setuju dengan kompak. “Di…di kamar Rino kan juga ada Tv juga, kenapa ngak di situ aja?”. Ucap Marlon penasaran dengan usulan yang barusan ku coba taawarkan“maaf-maaf kata nih ye, masalahnya TV nya Akmil kan lebih gede, bukannya knapa-knapa bro, yah biar nontonnya serasa layar lebar aja!”.

Waktu berlalu begitu cepat, pertandingan yang luamyan seru terasa nikmat saat itu yang walaupun terjadi krisis gol di antara kedua kubu yang berlaga. Di babak pertama sih semuanya masih terlihat segar, dengan mata menatap tajam kea rah Tv, namun pas babak kedua dimulai, satu-persatu pun terlihat mulai menguap..dan ngak pake nunggu lama akhirnya pada tertidur pulas. Tanpa sadar ternyata yang nonton bola tinggal daku seoarang bertemankan sebatang rokok yang luar biasa, sedangkan Marlon, Yogi dan yang lainnya udah pada pulas terbuai dalam mimpi.

Karna pertandingan yang hanya tinggal beberapa menit lagi, mata yang berat ku paksakan tuk menunggu hingga akhirnya peluit yang menandakan pertandingan selesai di tiup sang wasit.

“Gila, dah jam 10 pagi aja nih!”dengan langkah terburu-buru segera kubangunkan Yogi yang sedang terbuai dalam mimpi-mimpi anehnya, karna kusadar karna hari ini bukanlah hari libur. “woi, bangun gi!” ternyata teramat susah buat bangunin orang yang satu ini dan akhirnya ku nyalakan tape dengan volume super kencang dan hanya butuh beberapa detik kemudian lagu exploited terdengar cadas menyelimuti semua ruangan. “woi kecilin donk!” ucap Marlon dengan berisik. “ah. resek banget sih!” Yogi terlihat terganggu dengan suasana yang ada, yang akhirnya memaksa matanya untuk terbuka keluar dari alam mimpi. “lo gak kerja Gi?” ucapku sedikit pura-pura gak tau…Yogi pun langsung terbelalak kaget dengan kata-kata yang barusan kulontarkan.“jam brapa skrg?” Pertanyaan yang barusan di keluarkan terasa pahit menampar wajah, soalnya kata-kata itu diiringi bau tak sedap yang keluar dari mulut Yogi.“dah jam 10 gi!”dengan santai kujawab pertanyaan Yogi barusan.“mati dah gue!”

Dengan wajah kaget Yogi pun langsung beranjak untuk cuci muka sekaligus bergegas masuk kantor, tempat kerja Yogi memang tak seberapa jauh dari sini, yah kalo dibilang masih di daerah Kuta juga, tepatnya di areal central parkir Kuta, selain jadi mahasiswa Diploma di salah satu perguruan swasta di Bali, Yogi juga berperan ganda menjadi karyawan di BASE (Bali Action Sport Extreme). Tiba-tiba mendadak Yogi bangunin Marlon dengan sangat memaksa“lon, pinjam motor yah, aku lagi buru-buru masuk kantor nih!”.

Dengan mata yang sedikit tertutup Marlon langsung mengiyakan permintaan Yogi yang medadak. “ya, tapi jangan lupa isi bensin yang full oke!” Setelah Yogi berlari keluar bak sebuah boomerang yang dilemparkan, tp Yogi balik kembali seperti ada yang kelupaan, pikirku dalam hati. “eh din tar ambil papannya di BASE yah, yah kalo bisa pas jam istirahat kantorlah, oke? gw tunggu yah!” dengan kaget kulangsung spontan menghadiahkan ucapan terima kasih buat Yogi yang terlihat masih kumal untuk urusan masuk kantor. “oke makasih banyak gi!” Ternyata ucapan terima kasihku sepertinya gak nyampek ke telinga Yogi gara-gara saking cepatnya ia berlalu mengejar waktu.

“Ternyata sudah jam 12:30. Berarti sekarang waktunya jam istirahat kantor makan siang”. Dengan modal cuci muka plus obat penyegar nafas, kaki ini pun ku coba langkahkan menapaki untaian permadani yang tersusun rapi di dalam sebuah kantor yang terlihat asri dan sejuk, tepatnya kantor BASE. Namun saat itu suasana di mana-mana terlihat sepi. Sungguh sebuah keberuntungan akhirnya ku bertemu salah satu karyawan yang kebetulan juga aku kenal ama tuh orang“fen, ada liat Yogi ngak?”ucapku pada pria bernama Fendi, si pemilik wajah yang berambut rada-rada kriwil agak sedikit jangkung dan bermulut tonggos, yang kadang sering juga dipanggil Suneo.

“Cari di food court aja Di, kayaknya lagi makan siang tuh. Eh, skalian tolong bilangin ma Yogi kalo dah selesaai makannya langsung balik, masalahnya tuh orang kalo dah liat cewek cakep bakalan lupa waktu”tepat diakhir kata-kata itu, badanku pun langsung menuju tempat yang dimaksud.

“Oke bro, makasih yah fen”.

Jarak food court dari posisi ku saat itu sekitar 20 meter, dengan cepat aku telah sampai di sebuah ruangan yang luas dan lebar yang saat itu dipenuhi orang-orang yang sedang asyikl menyantap hidangan masing-masing, sehingga saking ramainya mampu membuat mataku sampe pegal nyariin orang yang sebenarnya bertampang unik satu ini. “Eh Gi, enak nih!”sembari bercanda ku sapa Yogi bersama hidangannya yang terlihat nikmat“udah makan Di?”ucap Yogi dengan santai sembari mencicipi minuman segar ditangannya“udah tadi Gi, bareng anak-anak, biasalah makan nasi campur”. Dengan sedikit malu-malu dan rada-rada kepingin juga akhirnya ku tolak tawaran Yogi yang teramat langka itu“Di, papannya masih ada di BASE, ntarlah aku ambilin sehabis makan, soalnya lagi enak nih bro”.

Emang ucapan Yogi teramat benar, selain hidangan nikmat, pemandangan sekitar juga terlihat menyegarkan mata, yah perut kenyang mata pun ikut kenyang, intinya begitu. “Iya deh Gi! eh Gi, kata si Fendi kalo kamu udah selesai makan, buruan langsung balik masuk kantor!”dengan senyum sedikit pahit, ucapanku barusan ditanggapi Yogi. “iya deh Di, tunggu di sini bentar yah, biar aku ke BASE dulu ambil papannya, ngomong-ngomong, kalo mau pesan makanan ngak usah malu-malu, pesan apa aja, ntar masukin aja tagihannya ke tagihanku”.

Sembari beranjak dari tempat duduknya yang terlihat sedari tadi teramat nikmat akhirnya dengan berat hati Yogi melangkah menuju BASE. “Weitss…lagi jadi bos nih, wah, makasih banyak yah Gi”.

Dua puluh menit kemudian Yogi sudah terlihat menenteng sebuah papan skate yang masih terbungkus plastic, yang menandakan nih papan masih perawan alias baru“nih papannya Di, aku kasih sekalian ama stiker nih biar kamu makin senang” dengan hati yang begitu senang akhirnya ku peroleh sebuah rezeki yang tak terduga-duga“wah kayaknya nih stiker dari sponsor mu yach Gi, stiker Cult nya keren abis Gi..pokoknya makasih banget dah buat semuanya, kayaknya aku mesti balik nih Gi, soalnya kamu juga mau masuk kerja lagi kan, kalo kamu ampe telat, bisa kena pecat kamu Gi. Okay man, see you”.

Dengan seyum disertai tawa, ku hiasi ruangan yang terlihat ramai saat itu. “Hati-hati Di!”memang terkadang teman bisa jadi teramat berguna dalam situasi-situasi pahit seperti saat ini. Dengan hati yang begitu penuh dengan rasa syukur, Central Parkir Kuta pun ku tinggalkan begitu sajs pas di saat sang mentari bersinar terang diatas kepala. Panasnya hampir membakar kulit, dan rasanya dalam situasi seperti ini tak ingin berlama-lama dalam perjalanan pulang, ahirnya motorku pun ku paksa untuk berpacu dengan ramainya lalu-lintas beratapkan teriknya mentari. Anehnya, tak satu pun di siang ini lampu merah mampu menghalangi perjalananku, luar biasa.

Sesampai di kost, sepertinya hati berbisik memaksa untuk segera mandi. Memang abis mandi paling segar, tapi anehnya kok jadi ngantuk gini yah, wah ternyata sekarang masih jam 1, kalo tidur bentar kayaknya gak papa deh, itung-itung dari pada ngak tau mau ngapain ampe jam Empat mending tidur buat ngumpulin tenaga. Musik Sublime sengaja ku putar sebagai pengiring tidur siangku saat ini..yah libur gini selain tidur sama maen skate mau ngapain lagi, yach tidur aja deh.

Gedubrak…gedubrak. Ah sapa lagi nih yang seenaknya ngeganggu acara persiapan tidur siang yang teramat langka ini, dari ketokannya dah hafal banget dah ini, yah si Ibu kos nih kayaknya, seingatku ini musim libur, dan gak ada kuliah sore, ada apa nih.. yah si Ibu kos, “ada apa Bu?”dengan rambut acak-acakkan, pintu kamarpun kubuka dengan cepat. “ada kiriman dari Medan Di” ucapan singkat sang Ibu kos terdengar begitu nikmat saat itu“oh makasih banyak Bu”.

Paket yang dimaksud pun segera kusambar dari tangan Ibu kos“eh bocah, siang-siang begini dah maen tidur aja, kalo kata orang-orang tua dulu sih itu justru bikin jauh dari rezeki!”.

Ternyata percakapan di siang itu tidak sampai di situ saja, terbukti dari dua patah kata nasehat terdengar dilantukan dengan bernada sedikit lucu“Iya sih, itukan kata Dia, kalo menurutku sih justru membawa rezeki, nah ini buktinya bangun-bangun langsung dapat kiriman paket dari Medan”

Berhubung lagi senang, selera humor ku mendadak kambuh“yah si Bocah perasaan paling pintar melulu dech dari Ibu!”. Ya iya lah, orang Ibu cuman tamat SD, ucapku dalam hati sembari tertawa.

Muka masam sedikit kusam, kupasang menanggapi kata-kata Ibu kos barusan, dan yang sebenarnya merupakan juga salah satu lelucon yang kulancarkan akibat efek bawaan senang di siang hari ini.

“hehehehe, bercanda bu!”.

Wah…ternyata kiriman paket dari seorang sahabat. Di lihat dari bungkusannya yang lumayan gede, sedikit coba menebak dan ternyata ngak bisa, akhirnya tanda Tanya pun muncul dalam benakku. Kira-kira isi nya apaan yah. Saat main tebak-tebakkan isi dalam paket, tiba-tiba kaget langsung menyambarku…gila!!, dah jam 4 aja, jadi orang sibuk emang menyakitkan, masalah nya waktu selalu berlalu begitu cepat, perasaan baru 2 menit yang lalu ku nikmati istirahat siang yang begitu nikmat, namun sekarang dah hampir game over.

Paket yang belum dibuka juga belum di lihat isinya, ku letakkan begitu saja di atas meja sembari bergegas menuju kamar mandi…yah, kalo ke kamar mandi pastinya mandilah. Jadwal mandi buatku semuanya tergantung situasi dan suasana yang ada, bisa terkadang mandi ampe 3 kali sehari, namun bisa jadi seharian gak mandi-mandi. Sore ini ingatan ku lagi bagus, terakhir naruh kunci motor di atas tumpukan kaset..yup ternyata benar, otakku emang paling canggih sedunia. Saat ku beranjak keluar kamar, sebuah fenomena alam meredam semangat membara untuk main skate yang sedari 3 menit yang lalu, ku coba tetap jaga kobaran semangatnya“wah mendung lagi nih”sedikit menyemangati suasana hati yang teramat padam akan semangat, ku yakinkan pada diri bahwa mendung bukan berarti hujan.

Kali aja ntar ngak jadi hujan, cuman sekedar gerimis yang lagi numpang lewat doang….ah cabut aja lah, hidup tanpa berani mengambil sebuah resiko sama aja dengan mayat hidup, lagian ngak tau kenapa, hati kecil ini begitu memaksa saat ini juga harus ke skatepark. Sekedar informasi nih, takut hujan bukan berarti kenapa-kenapa, tetapi yang kutakutkan ntar papan skateku bakalan basah kuyup lagi, soalnya untuk saat ini ku tak punya tas khusus buat nyimpan yang anti hujan, anti petir bahkan anti lecet! hehehehe…jangankan itu, jas hujan pun tak punya.

Tanpa komentar panjang-panjang si Joni Raja jajan langsung kuteriaki biar segera ngebut membantai jalanan dengan cepat. Kalo masalah tujuan, Joni udah hafal banget akan tujuan tuannya bila waktu telah menunjukkan jam 4 sore.

Seperti yang ku perkirakan simpag siur masih sepi, soalnya anak-anak juga pada takut akan turunnya hujan dadakan, apalagi mengingat saat ini sang mendung lagi tebar pesona di kelamnya awan.

Yah, namanya main skate gak mandang dingin, gak mandang panas atau mau sendiri apa ama se-kecamatan, semua hal itu rasanya sama aja, alias sama asyiknya, sama hepinya and sama gilanya.. tapi kalo hujan, lain cerita jack.

Sembari istirahat duduk sejenak, ku raih jam tangan dari dalam tas milikku yang terlihat sedikit kusam diselimuti debu-debu jalanan. Sudah jam Lima sore gini kok blom pada ada yang datang yah, apa pada maen di BASE yah?

Bersambung…………….

Komentar

Postingan Populer