Aku Muak Mencumbumu!


When u love someone..

U do anything.

When u love someone..

U do crazything.

Aku ingat saat pertama kali tersenyum padanya. Waktu itu adalah awal kumengenal dirinya. Sebelumnya, aku sudah tau dia. Bahkan tak jarang kumelihat dirinya. Namun rasa ketertarikan itu, baru muncul saat aku duduk di bangku SMP Kls 2. Kini Delapan tahun telah berlalu sejak cumbuan pertamanya. Panjangnya waktu banyak kuhabiskan dengannya. Tanpa dia, bibirku terasa hampa. Apa boleh dikata, aku kecanduan dengan cumbuannya.

Oh, teman. Tak murah tuk mencumbunya. Butuh biaya, dan sedikit usaha. Bila kuhitung-hitung, telah habis jutaan rupiah. Tapi tak mengapa. Aku tak menyasalinya. Bahkan sungguh sangat menikmatinya.

Dipenghujung malam, kuterbangun dari mimpi buruk yang panjang. Tak banyak yang kuingat soal mimpi semalam. Yang aku tau, pukul tengah menunjukkan jam 4 dini hari. Perlahan kubangkit dari pembaringan, lalu bergerak menuju ruang belakang. Setelah kucuci muka, kuniatkan meracik segelas kopi mocca. Tak ada yang lebih nikmat dari segelas kopi saat terbangun dari mimpi..begitu katanya.

Tanpa banyak rusuh, kumulai beraktifitas menyambut subuh. Pola hidup sehat kini tengah berlangsung. Hirup segarnya udara pagi dengan ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok pilihan pria sejati. Rasanya..tanpa musik, adegan ini kurang lengkap. Tapi ini masih pagi, tetangga sebelah bisa memaki. Untung technologi sudah canggih..ada tape imut yang bernama I-pod. Dentuman suaranya begitu keras menghujani gendang telinga..bahkan suara kokok ayam menyambut pagi bagai radio rusak yang tak ditanggapi.

‘Hmm…sungguh nikmat dua unsur yang konon membahayakan kesehatan ini.”

Lama waktu berselang, pagi pun kini tiba bersama suara-suara birisik anak manusia. Kehidupan pun dimulai, setelah lama terlelap dalam mati suri yang panjang. Semuanya terlihat sibuk, namun aku tetap duduk santai dibranda depan kamarku. Rokok sebatang, ternyata tak sepadan dengan segelas kopi. Sebatang rokok kandas duluan, namun sang kopi masih tergenang dalam kubangan. Terasa janggal bila adegan pagi ini diakhiri dengan kisah menggantung. Lebih nikmat bila kopi dan rokok sama-sama berakhir di penghujung pagi.

“Bu, rokok sebungkus.” Ucapku terburu-buru.

Kupandangi segelas kopi, yang terlihat jemu karna menunggu. Adegan serupa kuulangi kembali. Kini sang kopi tak sendiri, sebatang rokok yang terselip di sela jemari telah turut menemani.

“Gak kulaih, Di?” Tanya Ibu kostku.

“Lagi libur, Bu.” jawabku menanggapi.

“Ukhuk..ukhuk..ukhuk..”

“Lagi sakit, Di?” Tanya Ibu kostku peduli.

“Cuman batuk biasa kok, Bu.” Ucapku menyakinkan.

“Ibu perhatiin,dah sebulan ini batukmu gak sembuh-sembuh. Udah periksa kedokter?”

“Gak apa-apa kok, Bu. Cuman batuk musiman..hehe.” ucapku sembari bercanda.

Mentari terlihat semakin meninggi. Hangatnya perlahan tiba menyinari. Setelah lama terduduk santai, kuniatkan tuk beraktifitas lagi. Kamar yang berantakan oleh sisa perang semalam, mulia kurapikan kembali. Debu-debu intan yang kasat mata, kusapu hingga ujung tangga depan beranda. Keringatpun mulai bercucuran akibat aktifitas kali ini. Gelas-gelas kotor kucuci, lalu kususun rapi. Indah nian kamarku kini. Bila sore menjelang, kuniatkan tuk berangkat skating. Apa lagi? Hari ini hanya itu yang kunanti.

Sebab tak ada aktifitas lain lagi, maka kuniatkan petik gitar nyanyikan satu dua lagu. Bila inspirasi hinggap dikepalaku, berarti hari ini aku beruntung tuk ciptakan sebuah lagu. Biar lebih semarak dan semangat, ada baiknya kubakar sebatang rokok yang nikmat. Ternyata inspirasi itu tiba..ada nada disana. Ia melintas bagai disco di malam yang panas. Kunci C sebagai nada pembuka, lalu pada G waktunya samakan suara.

Lagu telah tercipta. Pada selembar kertas kulikiskan ia. Bait demi bait pada liriknya, seindah bintang di langit. Begitu puitis, bahkan sedikit terdengar ironis. Kisahnya akrab ditelinga. Bukan soal dongeng cinta, dimana sang pria menangis putus asa sampai gantung diri. Lagu ini bercerita tentang teman sejati yang selalu setia menamani. Ia selalu ada..walau itu bagaimana. Tak peduli hujan, siang ataupun malam. Ia tak mengenal kasta dan kelas social. Dengan senang hati ia turut menemani. Tak peduli itu di terminal ataupun di kamar mandi. Dengan nada pop rock, kulantunkan ia bagai Maichel Lorenz to Rock.

Pada lirik terkhir..tertulis, tak ada kata perpisahan..bara terakhir mengingatkanku kembali padamu..sungguh aku tak jemu bila bersamamu..bibirku ingin kembali mencumbumu..kembalilah kesela jemariku..mari kita habiskan malam ini bersama asapmu..

Skateboarding, give me good feeling. Yah, sungguh menyenangkan. Kini aku asik dalam duniaku. Menikmati setipa inci detiknya. Walau lelah didada terasa menusuk..tetap aku tak peduli. Aku sangat mencintai olahraga yang satu ini. Tiada hari yang kulewatkan tanpanya. Demi dia kurela berkorban harta. Demi dia, kurela putus dengan si dia. Ia sama setianya dengan sebatang rokok yang kerap hiasi hidupku. Bila aku harus memilih satu diantara dua..sungguh itu bagai menelan buah simalakama. Itu hanya omongan tak bermutu..sungguh takkan mungkin terjadi.

Dua jam telah beralalu. Namun rasa jemu belum hinggap di otakku. Kini tubuhku basah kuyup dihujani keringat. Nafas lelah terasa tengah memburu. Derunya kencang bak dentuman meriam perang. Aku tersudut pada ujung skatepark. Dadaku terasa bagai ditikam belati tajam penuh karat. Aku tak berucap kata, hanya berusaha tenangkan dia. Kusuguhkan sebotol air dingin yang kiranya berikan sebuah kesegaran. Terus kusuguhi ia, namun sepertinya tetap sama. Hitam awan kini terasa menyelimuti pelupuk mata. Rasa mual yang bergejolak, menjangkit hingga kekepala. Aku terkejut dengan apa yang kudapati..aku tersungkur bak ditikam belati. Gelap itu tiba, bersama sakit yang menyiksa. Teriakan-teriakan yang menggeama, terdengar samar-samar ditelinga.

“Medic..medic..medic!”

Perihnya masih terasa walau kini aku dalam alam sadarku. Pada ruangan putih tanpa noda, kuterbaring dengan pasrah.

“Udah siuman yah?” ucapnya dengan senyuman.

Aku hanya terdiam dalam kebingungan. Terheran dengan sebuah alasan. Dan penasaran akan sebuah jawaban.

“Saat kamu main skate tadi, tiba-tiba jantungmu lemah. Makanya kamu pingsan gak sadarkan diri. Kamu tau kenapa jantungmu bisa lemah? Tanya sang dokter.

“Kenapa Dok?” Tanyaku balik.

“Kamu kebanyakan merokok.” Jawab sang Dokter singkat.

“Terus..selanjutnya gimana Dok?”

“Kalau ga mau hal seperti ini terjadi lagi, kamu harus berhenti merokok.” Ucapnya tanpa basa-basi.

Aku terdiam..dalam rasa sakit yang masih terngiang. Jelas aku menolak ucapan itu. Berat melepasnya untuk pergi dari hidupku. Aku ragu akan jawabanku. Itu tak mudah bagiku.

“Kamu masih mau main skate kan?” Tanya sang Dokter.

“Iya, Dok. Itu pasti..”

“Kalau kamu gak berhenti ngerokok, dijamin kamu ga bakalan bisa main skate ataupun melakukan aktifitas berat lainnya.” Jelas sang Dokter.

Empat minggu berlalu tanpa cigarette ditanganku. Dalam hati, ada kerinduan tuk mencumbunya. Mulutku terasa hampa tanpanya. Bila kunongkrong disekitar Kuta bersama rekan-rekan, mulutku sering terkunci bagai kehabisan kata. Indahnya pantai bersama hembusan angina malam, sungguh jadi terasa percuma bila tanpanya.

Malam ini aku tak keluyuran kemana-mana..hanya diam dikamar saja. Kuutak atik siaran Televisi, namun semua terlihat membosankan di mata. Sungguh aku tak tahan dengan Susana ini. Pada laci meja belajarku, pernah kuselipkan sebungkus rokok cadangan. Seingatku begitu. Ada baiknya dicek dulu.

“Aha..hisap sebatang, sepertinya tak mengapa.”

Nafsu yang memburu, kalahkan jiwaku. Kini aku pasrah pada kenikmatan sesaat yang suatu saat akan membunuhku. Aku tau itu..namun setan bertanduk dua yang tengah nongkrong dikapala buramkan akal sehatku. Terus berlanjut hingga putaran waktu yang panjang. Hari berganti, minggu pun tiba..lalu bulan terlewati. Semua kembali seperti semula. Nikmati Susana dengan mencumbunya. Lagu yang pernah tercipta..kulantunkan malam ini. Walau tanpa judul, tetap terdengar merdu. Walau penuh resiko..tetap aku mencumbunya.

Time is running out. Bagai menghitung hari..dua hari lagi kumeninggalkan rumah sakit ini. Untuk yang ke dua kalinya, sang Dokter mengingatkanku tentang benda yang suatu saat nanti jadi penyebab kematianku. Tak banyak janji yang terucap dari mulutku. Keraguan itu sungguh membingungkan dalam benakku.

“Saya akan coba, Dok.” Ucapku ragu.

“Terserah kamu sajalah. Lakukan saja bila kamu sudah tak mencintai hidupmu.” Tuturnya bagai tak lagi peduli.

Terapi panjangpun kulalui. Sang waktu terlewati dengan cambukan yang menyiksa. Apalagi kalau bukan perkara nafsu membara pada rokok yang menyala. Lagu indah yang kucipta, kuingat belum memiliki nama. Kudendangkan ia kembali, walau tanpa rokok yang menemani. Pada lirik terkhir..kembali kuteringat akan nikmatnya cumbunya. Namun saat indah itu terlintas..terasa ada sesak yang menusuk didada. Perihnya masih terasa. Dua kali masuk rumah sakit, memaksu absent di dunia skateboarding. Lama tak kunikamti kesenangan itu. Rinduku kini semakin terkuak, namun aku tak bisa. Ya..aku harsu memilih satu diantara dua.

Keraguan itu semakin menggunung. Bagai menelan buah simalakama, pahit tuk memilih satu diantara dua. Tapi kata harus..memaksaku untuk bertindak. Ya..lagu yang kucipta, kini kutemukan namanya. Aku takkan melupakan nikmat cumbuannya, namun takkan juga kembali bersama.

tak ada kata perpisahan..bara terakhir mengingatkanku kembali padamu..sungguh aku tak jemu bila bersamamu..bibirku ingin kembali mencumbumu..kembalilah kesela jemariku..mari kita habiskan malam ini bersama asapmu.

Namun kini…aku telah muak mencumbumu!

Terbaik darimu..hanyalah kesakitan.

Yang terindah untukku..hanyalah kemtian.

Kuludahi wajahmu..saat aku muak mencumbumu.

By: Didi Roten.

Rabu, 7 Januari 2009

Komentar

  1. kerennn bgt,
    inspiratif.... bikin penasaran,tapi tetap datar dan padat Makna,

    teruslah berkarya bro...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer