Moonshine.


Dia berteriak..
marah mentari dengan panas sinarnya.
Dia menangis..
rembulan membisu seakan tak peduli.

Terasa bosan memandangi hiruk pikuknya Kuta dimalam hari. Sejauh mata memandang, ramai nian suasana malam. Pada kiri kanan..terlihat segerombolan manusia berlagak seperti mafia. Semua sama..rambut hitam, kuning merah dan warna lainnya tak ada beda. Mereka tertawa, berteriak mencaci dan bertindak sesuka hati. Aku muak menyinari malam panjang mereka dengan indah sinarku. Aku tak rela indah sinarku malam ini mereka nikmati. Para bintang..redupkan cahanyamu dalam kelamnya malam. Awan hitam..selimuti tubuhku dalam kemuramanmu. Biarkan mereka tenggelam dalam kelam..hilang ditelan malam tanpa pernah merasai mimpi.

Diantara keramain dibawah sana, aku melihat sesosok anak manusia yang dulu pernah kujaga. Ya..aku tau dia. Namun aku sedikit lupa, kapan aku mengenalnya. Sebaiknya kubuka catatan malam tak berbintang tuk ingatkan aku tentang kisah yang terpendam.

“Sreet..”
Terhenti pada lembaran 3 juta 500. Disana tertulis desa Babahan, januari 14 tahun 2003 saat bintang dracodia di utara. Ya.. dia anak manusia yang pernah berbagi cerita denganku di malam sunyi tak berbintang. Alkisah ia tuturkan sembari terduduk dalam genangan air sawah yang dingin. Saat itu ia sangat merasa kecewa dengan hukaman yang diberikan seniornya. Namun, ia tak berdaya. Kekesalannya ia kisahkann tanpa sadar kalau aku sang penguasa malam tengah mendengarnya. Aku hanya tersenyum mendengarkan ocehan konyolnya. Pada malam berikutnya, kudatangi ia dengan sinar yang lebih ceria harap kiranya dia kan lebih bahagia. Namun sepertinyamuram masih menghiasi wajahnya. Sinar indahku disambut dengan cerita luka. Tentang satu cerita yang selalu melegenda. Dia bukan yang pertama..dulu Romeo juga pernah bertutur serupa. Tahun berlalu, dan malam ini sinarku kembali menyinarinya.

“Hmm..sedang apa Pemuda yang takut akan gelap itu disana?”

Sorotan sinarku, lebih kupantulkan ke arahnya. Jelas terlihat ia tengah berdiri tepat di depan sebuah club malam dengan dandanan trendy khas anak muda. Pada tangan kirinya sebotol Bir Bintang ia tenteng, sedangkan pada sela jemari tangan kanannya terselip sebatang rokok yang hampir lumat dimakan bara. Namanya Aldy, mahasiswa semester akhir Arkeology yang setiap pagi ia menuju kelasnya dengan harapan dapt menyandang gelar sarjana. Pagi ini juga sepertinya masih sama..menuju kelasnya demi gelar sarjana.

“Hai Al, apa kabar? Btw, pulang kampus mau kemana nih?”
“Mau balik, pengen istirahat.”
“Ntar sore ada acara gak, Al? jalan ke pantai yuk?”
“Sory Shane, gak bisa. Entar sore gw ada rapat soal keberangkatan POSA besok.”
“Hah! Lo mau ikut acara POSA anak baru? Ga salah tuh!?”
“Why not?”
“Lo kan ga doyan ama yang namanya hutan N yang berbau camping. Emangnya phobia gelap lo dah hilang? Hehe..” celetuknya tertawa.
“I don’t care”
Aldi terlihat terdiam. Dlam benaknya, hamburan alas an bertebaran dimana-mana.
“Gw kesana tahun 2003, pas masih jadi mahasiswa baru. Entar lagi gw udah mau wisuda..kapan lagi? Ini kesempatan terkhir gw jadi panitia POSA ditempat dulu gw jadi peserta. Ini moment langka, tempat yg sama dlm waktu dan suasana yg berbeda.” Pikir aldi menyakinkan keputusannya.

To Be Continued.....

Komentar

Postingan Populer