Kisah Sepeda Kumbang.


Dia yang dulu pernah bergaya..

Kini tinggal sebatas nama.

Apa boleh dikata..

Siti nurbaya tinggal cerita.

Wangi sedap malam tercium tinggi menerawang. Sepi tak bertuan menandakan rembulan malam tepat diatas awan. Terlihat sinar kecil, tengah menerjang gelapnya jalan. Suara kecil rantai sepeda menemani teriakan jangkrik yang tengah berpesta. Dia..pemuda yang masih belia. Sungguh terlihat bangga melaju diatasnya. Wajahnya terlihat begitu gembira. Kalahkan sinar rembulan di atas sana. Dengan mulut tersenyum riang, ia kayuh

Sepeda kumbang yang jadi hadiah ulang tahunnya.

“Wuss..”

Sebuah mobil sedan modifan, melesat kencang disampingnya. Namun seperti tak ada yang terjadi..terlihat ia tak peduli. Berselang beberapa menit kemudian. Segerombolan Gang motor sapu debu jalanan dengan gilasan super kencang. Kali ini dia sedkit kaget dengar suara kenalpot. Tanpa makian, dia tetap melaju nikmati malam. Yah..dia benar-benar merasa diatas awan. Penuh bangga, ia kayuh sepedanya. Sepeda pemberian orang tuanya. Sepeda yang turun temurun jadi kebanggaan keluarganya. Yah..ini lah sepeda yang konon katanya punya pelet penggaet wanita.

Seperti biasa..setelah jam pelajaran usai, seragam putih abu-abu bertebaran disepanjang trotoar. Bermacam tingkah yang mereka lakoni. Ada yang berjalan mesra dengan sang pujaan hati, ada juga yang bergerombol bersama teman sejiwa. Ada yang pulang dengan mobil mewah, ada juga yang menunggangi si kuda besi. Namun yang berjalan kaki..bisa dihitung dengan jari. Maklum..ini sekolah, banyak dihuni para anak pejabat dan orang terkemuka di kota ini.

Dari kejauhan, terlihat sang sepeda kumbang keluar perlahan dari pintu gerbang. Seorang diri, ia keluar dengan damai. Tanpa olok-olokan atau tatapan aneh dari orang-orang sekitarnya. Sungguh hal yang luar biasa untuk hari pertama saat si kumbang turun kejalan.

Pemuda yang menungganginya, terlihat berpenampilan rapi bersih. Wajah manis dengan rambut klimis. Dialah Azis, putra tunggal juragan batik tulis.

“Oi, Zis. Valentine Rosi kalah tuh ama sepeda lo.”

“Hehehe..yoi, Di.”

Pemuda itu hanya tertawa menanggapi ejekan teman sekelasnya barusan. Sepertinya ia memang tak malu dengan sepeda kumbang hadiah istimewa dari orang tuanya. Malah sebalinya, ia begitu terlihat bangga.

“Ini hadiah istimewa yang lo bilang itu?”

“Iya, Di.”

“Zaman udah canggih, Zis. Udah ga gaul, kalo hari gini naik sepeda kumbang. Dari pada naik sepeda kayak gini, mending lo naik sepeda Bmx.”

“Ini sepeda, bukan sembarang sepeda. Ini sepeda warisan turun temurun keluarga.”

“Eh, Zis. Cewek idaman lo tuh.”

Dengan cepat mata Pemuda yang bernama Azis langsung melirik ke arah yang dimaksud. Matanya bagai tak berkedip melihat sang bidadari pujaan hati. Rendi yang asik duduk diatas Kawasaki ninjanya, hanya tertawa melihat tampang aneh si Azis.

“Udah lah, Zis. Jangan diliatin melulu..langsung tembak aja.”

“Gw masih nunggu waktu yang tepat nih, Di.”

“Semua waktu itu tepat, dodol. Lo nya aja yang takut.”

“Belum waktunya, Di.”

“Apanya yang belum waktunya!? Lo udah Dua tahun suka ama dia. Masa belum waktunya juga. Sampai kapan..ampe lo tua?”

“Masalahnya dia belum kenal ama gw, Di.”

“Kalo gitu, kenalan lah! Berani ga lo?”

“Okeh.”

“Udah..buruan, sebelum mobilnya jalan.”

Dengan cepat, Azis melesat dengan kecepatan kilat kearah mobil Mercy berwarna hitam metallic. Tak banyak pikir..dengan PeDe nya kaca mobil ia ketuk. Saat kaca itu tebuka..gerimis senyuman ia tebarkan pada si gadis yang tengah duduk manis di dalamnya.

“Ada apa?”

“Ga ada apa-apa. Cuman mau kenalan aja.”

“Hah!? Kenalan?”

“Iya. Kenalan. Ga apa-apa kan kalau aku mau kenalan ama kamu?”

“Boleh-boleh aja.”

Dari kejauhan, terlihat Rendi mengacungkan kedua jari jempolnya ke

arah Azis. Dan Azis spontan tersenyum girang menanggapinya.

“Mm..namaku Azis. Kamu?”

“Julia.”

“Hehe..”

Azis tersenyum bahagia. Ternyata tak sesulit dugaannya. Dia berpikir, kenapa hal ini tidak ia lakukan dari dulu saja. Mungkin sakitnya derita cinta terpendam takkan menggerogoti jiwanya.

Malam ini, Azis tengah duduk di taman belakang rumahnya. Dengan wajah bersinar bahagia, ia tersenyum pada bintang diatas sana. Bagai bunga yang mekar disekelilingnya, cinta nya kini tengah bersemi. Tak sabar rasanya ia menunggu pagi. Mencoba dapatkan hati sang bidadari.

“Hmm..benar apa kata kakek. Sepeda ini benar-benar idaman para wanita. Buktinya, Julia mau kenalan.”

“Hmm..”

Azis merasa bahagia dengan sepeda kumbang miliknya. Sambil mengelus-ngelus sang sepeda kumbang, nama Julia pun ia tembangkan dengan penuh cinta. Sang bulan hanya bisa tertawa melihat tingkah anehnya. Dan para bintang, jadikan ia bahan olokan hingga pagi tiba.

“Oi, lagi ngapalin apa Zis?”

“Ganggu aja lo, Di. Gw lagi sibuk nih!”

“Ntar lagi mau ada Test yah? Wah gawat..Test apa tuh?”

“Akh..ganggu konsentrasi aja nih!”

“Bukannya kenapa-kenapa, Zis. Kalau memang mau ada Test, biar gw juga langsung belajar.”

“Dasar gila lo, Di! Ga ada Test, gw cuman ngapalin kata-kata yang entar bakal gw bilang ama si Julia.”

“Maksud lo?”

“Goblok bangat sih lo, Di. Entar sepulang sekolah gw mau nembak si Julia.”

“Gila lo. Masa baru kenalan kemarin, lo dah langsung main shoot aja. Sinting lo yah?”

“Bukannya lo pernah bilang ama gw, kalau semua waktu itu tepat. So..?”

“Iya seh..tapi harusnya ada PDKT dulu, Zis.”

“Ga pake PDKT, gw dah PeDe. Tenang aja. Sepeda kumbang milik gw, punya pelet dahsyat penggaet wanita.”

“Hahaha…orang goblok mana tuh, yang bilang kayak gitu?”

“Sialan lo, Di. Kakek gw yang bilang gitu. Bapak gw juga bilang kayak gitu.”

“Oke, Zis. Terserah lo dech. Sepulang sekolah kita buktikan kebenarannya.”

Sebelum pelajaran usia, masih ada dua jam mata pelajaran lagi. Pelajaran paling santai bagi semua siswa di kelasnya Azis. Wajar kalau bayak yang suka dengan pelajaran ini. Masalahnya, guru bahasa Indonesia yang satu ini paling suka tidur kalau udah jam terkhir kayak gini. Alhasil, semua siswa berpesta pora..bertindak sesukanya. Dan kali ini, Azis terlihat sibuk dengan teks yang tertulis pada selembar kertas ditangannya. Mulutnya komat kamit menghapalkan kata-kata yang tertulis pada kertas itu. Itu semua tentang Julia. Kata-kata puitis ungkapan cintanya.

Sesaat hanyalnya terbang melayang. Ia membayangkan dirinya tengah berdua bersama Julia di atas sepeda kumbangnya. Mereka melintasi jalan taman sambil bercanda diatas sepeda. Saat sepeda kumbangnya ia pacu, tangan Julia terasa mendekap pinggangnya. Ia tersenyum bahagia. Lalu ia ulangi hal serupa. Namun kali ini ada turunan di depan sana. Julai kini berteriak ketakutan..lalu..

“Oi, bengong aja lo, Zis. Udah waktunya pulang nih. Katanya mau nembak Julia. Jadi ngak?”

“Hah..udah bel yah?”

Dengan tergesa, mereka berlari mengejar Julia. Dengan sepeda kumbangnya, ia mengahmpiri gadis pujaan hatinya.

“Julia mau pulang yah?”

“iya.”

“Gimana kalo saya anter pulang?”

“Kamu mau anter saya pulang?”

“Iya.”

“Naik apa?”

“Naik sepeda ini?”

“Hah..!? Naik sepeda kumbang butut ini? Najis gw. Sory yah, jemputan gw dah nunggu tuh.”

Julia berlalu. Dengan lagkah tergesa ia segera menghampiri mobil mercy nya. Dan Azis hanya terdiam terpaku, membisu bagai batu. Lama ia terdiam tanpa suara. Sepertinya ia masih tak percaya dengan apa yang barusan menimpanya. Azis menatap Rendi. Tanpa komentar, Rendi terdiam membisu..walau sebenarnya dalam hati ia ingin tertawa.

“Di, kok bisa yah?”

“Bisa apanya?”

“Dia ga mau gw anter pake sepeda kumbang ini, Di.”

“Jelas lah dia ga mau. Dari pada naik sepeda kumbang lo, mendingan dia naik mobil mewah super nyamannya. Ga kena panas, terus ada Ac nya lagi.”

“Ini kan sepeda istimewa, yang pernah menggaet puluhan wanita.”

“Ini bukan jaman kompeni Belanda..sepeda kumabang sudah tak berjaya. Pelet Belanda udah kalah dengan pelet Jepang yang bermerk Honda dan Yamaha. Seharusnya lo sadar, ini tahun sudah memasuki millennium ke Dua.”

“Terus gw harus gimana? Apa perlu besok gw suruh bokap gw beli mobil BMW keluaran terbaru yang harganya ratusan juta? Gw yakin, bokap gw mampu.”

”Kalo lo mau, gara-gara mobil dia suka ama lo..its oke. Lakukan saja. Tapi perlu lo ingat, Zis..cinta bukan karna materi. Cinta itu dari hati. Yang jadi pertanyaan nya..lo naik sepeda ini karna pelet penggaet wanitanya atau karna lo senang?”

“Gw emang senang naik sepeda ini. Gw lebih senang naik sepeda ini dari pada diantar ama sopir gw naik mobil.”

“Ya udah..lakukan saja apa yang kamu suka. Jangan pedulikan apa kata dunia. Masa bodo’ dengan para wanita. Kesenangan itu di atas segalanya. Camkan itu baik-baik anak muda.”

By: Didi Roten.

4/24/2008 7:10 PM

Komentar

Postingan Populer